Jumat, 13 Maret 2015

ILMU PENGETAHUAN


Klasifikasi Ilmu Pengetahuan

       Ilmu Pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (material saja), atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika lingkup pandangannya dibatasi ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkret. Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jarak matahari dan bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi cocok menjadi perawat.
Klasifikasi Ilmu Pengetahuan :
  • Ilmu Alam
   Ilmu alam  adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmudimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun.
Sains (science) diambil dari kata latin scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. “Real Science is both product and process, inseparably Joint” (Agus. S. 2003: 11)
Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas.
Ilmu alam mempelajari aspek-aspek fisik & nonmanusia tentang Bumi dan alam sekitarnya. Ilmu-ilmu alam membentuk landasan bagi ilmu terapan, yang keduanya dibedakan dari ilmu sosial, humaniora, teologi, dan seni.
Matematika tidak dianggap sebagai ilmu alam, akan tetapi digunakan sebagai penyedia alat/perangkat dan kerangka kerja yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam. Istilah ilmu alam juga digunakan untuk mengenali “ilmu” sebagai disiplin yang mengikuti metode ilmiah, berbeda dengan filsafat alam. Di sekolah, ilmu alam dipelajari secara umum di mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam(biasa disingkat IPA).
Tingkat kepastian ilmu alam relatif tinggi mengingat obyeknya yang kongkrit, karena hal ini ilmu alam lazim juga disebut ilmu pasti. Di samping penggunaan secara tradisional di atas, saat ini istilah “ilmu alam” kadang digunakan mendekati arti yang lebih cocok dalam pengertian sehari-hari. Dari sudut ini, “ilmu alam” dapat menjadi arti alternatif bagi biologi, terlibat dalam proses-proses biologis, dan dibedakan dari ilmu fisik (terkait dengan hukum-hukum fisika dan kimia yang mendasari alam semesta).
Cabang-cabang utama dari ilmu alam adalah:
    1. Astronomi, cabang ilmu alam yang melibatkan pengamatan benda-benda langit (seperti halnya bintang, planet, komet, nebula, gugus bintang, atau galaksi) serta fenomena-fenomena alam yang terjadi di luar atmosfer Bumi (misalnya radiasi latar belakang kosmik (radiasi CMB)).
    2. Biologi, ilmu yang mempelajari aspek fisik kehidupan.
    3. Ekologi, ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya
    4. Fisika,  ilmu tentang alam dalam makna yang terluas. Fisika mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup ruang dan waktu.
    5. Geologi,  Ilmu yang mempelajari bumi, komposisinya, struktur, sifat-sifat fisik, sejarah, dan proses pembentukannya.
    6. Geografi, ilmu yang mempelajari tentang lokasi serta persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi.
    7. Ilmu bumi, suatu istilah untuk kumpulan cabang-cabang ilmu yang mempelajari bumi. Cabang ilmu ini menggunakan gabungan ilmu fisika, geografi, matematika, kimia, dan biologi untuk membentuk suatu pengertian kuantitatif dari lapisan-lapisan Bumi.
    8. Kimia, ilmu yang mempelajari mengenai komposisi, struktur, dan sifat zat atau materi dari skala atom hingga molekul serta perubahan atau transformasi serta interaksi mereka untuk membentuk materi yang ditemukan sehari-hari.
  • Ilmu Sosial
         Ilmu sosial  adalah sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan denganmanusia dan lingkungan sosialnya. Ilmu ini berbeda dengan seni dan humaniora karena menekankan penggunaan metode ilmiah dalam mempelajari manusia, termasuk metoda kuantitatif dan kualitatif. Istilah ini juga termasuk menggambarkan penelitian dengan cakupan yang luas dalam berbagai lapangan meliputi perilaku dan interaksi manusia pada masa kini dan masa lalu. Berbeda dengan ilmu sosial secara umum, IPS tidak memusatkan diri pada satu topik secara mendalam melainkan memberikan tinjauan yang luas terhadap masyarakat.
Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek masyarakat secara subjektif, inter-subjektif, dan objektif atau struktural, sebelumnya dianggap kurang ilmiah bila dibanding dengan ilmu alam. Namun sekarang, beberapa bagian dari ilmu sosial telah banyak menggunakan metoda kuantitatif. Demikian pula, pendekatan interdisiplin dan lintas-disiplin dalam penelitian sosial terhadap perilaku manusia serta faktor sosial dan lingkungan yang mempengaruhinya telah membuat banyak peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa aspek dalam metodologi ilmu sosial. Penggunaan metoda kuantitatif dan kualitatif telah makin banyak diintegrasikan dalam studi tentang tindakan manusia serta implikasi dan konsekuensinya.
Karena sifatnya yang berupa penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial, di Indonesia IPS dijadikan sebagai mata pelajaran untuk siswa sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah tingkat pertama(SMP/SLTP). Sedangkan untuk tingkat di atasnya, mulai dari sekolah menengah tingkat atas (SMA) dan perguruan tinggi, ilmu sosial dipelajari berdasarkan cabang-cabang dalam ilmu tersebut khususnya jurusan atau fakultas yang memfokuskan diri dalam mempelajari hal tersebut.
Cabang-cabang utama dari ilmu sosial adalah:
    1. Antropologi, yang mempelajari manusia pada umumnya, dan khususnya antropologi budaya, yang mempelajari segi kebudayaan masyarakat
    2. Ekonomi, yang mempelajari produksi dan pembagian kekayaan dalam masyarakat
    3. Geografi, yang mempelajari lokasi dan variasi keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi
    4. Hukum, yang mempelajari sistem aturan yang telah dilembagakan
    5. Linguistik, yang mempelajari aspek kognitif dan sosial dari bahasa
    6. Pendidikan, yang mempelajari masalah yang berkaitan dengan belajar, pembelajaran, serta pembentukan karakter dan moral
    7. Politik, yang mempelajari pemerintahan sekelompok manusia (termasuk negara)
    8. Psikologi, yang mempelajari tingkah laku dan proses mental
    9. Sejarah, yang mempelajari masa lalu yang berhubungan dengan umat manusia
    10. Sosiologi, yang mempelajari masyarakat dan hubungan antar manusia di dalamnya

  • Ilmu Terapan
    Ilmu terapan adalah penerapan pengetahuan dari satu atau lebih bidang-bidang: matematika, fisika atau ilmu alam, ilmu kimia atau ilmu biologi untuk penyelesaian masalah praktis yang langsung memengaruhi kehidupan kita sehari-hari.
Cabang-cabang utama dari ilmu terapan adalah:
    1. Arsitektur, seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk.
    2. Bisnis dan Industri,  bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
    3. Hukum, sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakatterhadap kriminalisasi dalam hukum pidana
    4. Informatika, merupakan disiplin ilmu yang mempelajari transformasi fakta berlambang yaitu data maupun informasi pada mesin berbasis komputasi. Disiplin ilmu ini mencakup beberapa macam bidang, termasuk di dalamnya: sistem informasi, ilmu komputer, ilmu informasi, teknik komputer dan aplikasi informasi dalam sistem informasi manajemen.
    5. Komunikasi, suatu proses dalam mana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung denganlingkungan dan orang lain
    6. Otomotif, salah satu cabang ilmu teknik mesin yang mempelajari tentang bagaimana merancang, membuat dan mengembangkan alat-alat transportasi darat yang menggunakanmesin, terutama sepeda motor, mobil, bis dan truk. Teknik otomotif menggabungkan elemen-elemen pengetahuan mekanika, listrik, elektronik, keselamatan dan lingkungan serta matematika,fisika, kimia, biologi dan manajemen.
    7. Pendidikan, usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
    8. Pertanian, kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya.
    9. Teknik, penerapan ilmu dan teknologi untuk menyelesaikan permasalahan manusia. Hal ini diselesaikan lewat pengetahuan, matematika dan pengalaman praktis yang diterapkan untuk mendesain objek atau proses yang berguna. Para praktisi teknik profesional disebut insinyur (sarjana teknik).
    10. Teknologi, keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.
    11. Transportasi, pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin.
    12. Sosio-teknologi, bidang kajian baru yang berusaha melihat pengaruh evolusi teknologi dalam kehidupan sosial. Bersamaan dengan lahirnya postmodernisme, orang mulai meninggalkan pembagian Aristotelian dalam disiplin ilmu, contohnya dengan lahirnya kajian kompleksitas, teori pattern language dalam arsitektur dan lain-lainnya


                                            Pengembangan Sejarah Ilmu


Pemikiran filsafati banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Namun pada dasarnya filsafat baik di Barat, India, dan Cina muncul dari yang sifatnya religius. Di Yunani dengan mitosnya, di India dengan kitabnya Weda (Agama Hindu)dan  di Cina dengan Confusiusnya. Di Barat mitos dapat lenyap sama sekali dan rasio yang menonjol, sedangkan di India filsafat tidak pernah bisa lepas dengan induknya dalam hal ini agama Hindu. Pembagian secara periodisasi filsafat Barat adalah zaman Kuno, zaman Abad Pertengahan, zaman Modern, dan Masa Kini. Aliran yang muncul dan berpengaruh terhadap pemikiran filsafat adalah Positivisme, Marxisme, Eksistensialisme, Fenomenologi, Pragmatisme, dan Neo­Kantianianisme dan Neo-tomisme. Pembagian secara periodisasi Filsafat Cina adalah zaman kuno, zaman pembauran, zaman Neo-Konfusionisme, dan zaman modern. Tema yang pokok di filsafat Cina adalah masalah perikemanusiaan (jen). Pembagian secara periodisasi filsafat India adalah periode Weda, Wiracarita, Sutra-sutra, dan Skolastik. Dalam filsafat India yang penting adalah bagaimana manusia bisa berteman dengan dunia bukan untuk menguasai dunia. Adapun pada Filsafat Islam hanya ada dua periode, yaitu periode Mutakallimin dan periode filsafat Islam. Untuk sejarah perkembangan ilmu pengetahuan di sini pembahasan mengacu ke pemikiran filsafat di Barat.
Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah poradaban manusia karena pada waktu itu terjadi perubahan pola pikir manusia dari mite-mite menjadi yang lebih rasional. Pola pikir mite-mite adalah pola pikir masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskari fenomena alam,
Perubahan pola pikir tersebut kelihatannya sederhana, tetapi implikasinya tidak sederhana karena selama ini alam ditakuti dan dijauhi kemudian didekati bahkan dieksploitasi. manusia yang dulunya pasif dalam menghadapi fenomena alam menjadi lebih proaktif dan kreatif ,sehingga alam dijadikan objek penelitian dan pengkajian. Dari proses inilah kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat, yang akhirnya kita nikmati dalam bentuk teknologi. Karena itu periode perkembangan filsafat Yunani merupakan poin untuk memasuki peradaban baru ummat manusia.
Jadi, perkembangan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini tidak langsung secara mendadak, melainkan terjadi secara bertahap, evolutif. untuk memahami sejarah perkembangan ilmu mau tidak mau harus melalui pembagian atau klasifikasi secara periodik; karena setiap periode menampilkan ciri khas tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani. Periodesasi perkembangan ilmu di sini dimulai dari peradaban Yunani dan diakhiri pada kontemporer.(Drs.Surajiyo ;hal 80)
B.  Zaman Purba (15 SM - 7 S1V)
Pada dasarnya manusia di zaman purba hanyalah menerima semua peristiwa sebagai fakta. Sekalipun dilaksanakan pengamatan, pengumpulan data dan sebagainya, namun mereka sekadar menerima pengumpulan saja. Fakta-fakta hanya diolah sekadarnya, hanya untuk menemukan soal yang sama, yaitu common denominator, itu pun barangkali tanpa sengaja, tanpa tujuan. Kalaupun ada penegasan atau keterangan, maka keterangan itu senantiasa dihubungkan dengan dewa-dewa dan mistik. Oleh karena itulah pengamatan perbintangan menjelma menjadi astrologi. pengamatan yang dilakukan oleh manusia pada zaman purba, yang menerima fakta sebagai brute factr atau on the face value, menunjukkan bahwa manusia di zaman purba masih berada pada tingkatan sekedar menerima, baik dalam sikap maupun dalam pemikiran (receptive attitude dan receptive mind) (Santoso,1977: 27).
Perkembangan pengetahuan dan kebudayaan manusia pada zaman purba dapat diruntut jauh ke belakang, bahkan sebelum abad 15 SM, terutama pada zaman batu. Pengetahuan pada masa itu diarahkan pada pengetahuan yang bersifat praktis, yaitu pengetahuan yang memberi manfaat langsung kepada masyarakat. Kapan dimulainya zaman batu tidak dapat ditentukan dengan pasti, namun para ahli berpendapat bahwa zaman batu berlangsung selama jutaan tahun.
Sesuai dengan namanya, zaman batu, pada masa itu manusia  menggunakan batu sebagai peralatan. Hal ini tampak dari temuan- temuan seperti kapak yang digunakan untuk memotong membelah. Selain menggunakan alat-alat yang terbuat dari batu manusia pada zaman itu juga menggunakan tulang binatang. Alat yang terbuat dari tulang binatang antara lain digunakan  menyerupai fungsi jarum untuk menjahit. Ditemukannya benda- benda hasil peninggalan pada zaman batu merupakan suatu bukti bahwa manusia sebagai makhluk berbudaya mampu berkreasi untuk mengatasi tantangan alam sekitarnya.
Seiring dengan perkembangan waktu, benda-benda yang  dipergunakan pun mengalami kemajuan dan perbaikan. Penemuan dilakukan berdasarkan pengamatan, dan mungkin dilanjutkan dengan percobaan-percobaan tanpa dasar, menuruti proses and error. Akhirnya, dari proses trial and error, yang memakan waktu ratusan bahkan ribuan tahun inilah terjadi perkembangan penyempurnaan pembuatan alat-alat yang digunakan, sehingga manusia menemukan bahan dasar pembuatan alat yang baik, kuat serta hasilnya pun menjadi lebih baik. Dengan demikian tersusunlah pengetahuan know how. Dalam bentuk know how itulah  penemuan-penemuan tersebut diwariskan pada generasi-generasi selanjutnya.
Perkembangan kebudayaan terjadi lebih cepat setelah manusia menemukan dan menggunakan api dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memanfaatkan api untuk menghangatkan tubuh, ketergantungan manusia akan iklim menjadi berkurang Api kemudian juga digunakan untuk memasak dan perlengkapan dalam berburu. Di zaman yang lebih maju nantinya, arti api menjadi lebih penting. Pengetahuan tentang proses pemanasan dan peleburan merintis jalan pada pembuatan alat dari tembaga, perunggu dan besi. Dalam catatan sejarah misalnya, peralatan besi digunakan pertama kali di Irak abad ke-15 SM (Brouwer,1982:6).
Perkembangan pengetahuan secara lebih cepat terjadi beberapa ribu tahun sebelum Masehi. peristiwa ini terjadi ketika manusia berada pada zaman batu muda. pada masa ini mulailah revolusi besar dalam cara hidup manusia. Manusia mulai mengenal pertanian, mengenal kehidupan bermukim (menetap), membangun rumah, mengawetkan makanan, memulai irigasi, dan mulai beternak hewan. Pada masa itu juga telah muncul kemampuan menulis, membaca dan berhitung. Dengan adanya kemampuan menulis, beberapa peristiwa penting dapat dicatat dan kemudian dapat dibaca oleh orang lain sehingga akan lebih cepat disebarkan. Kemampuan berhitung juga sangat menunjang perkembangan pengetahuan karena catatan tentang suatu peristiwa menjadi lebih lengkap dengan data yang relatif lebih teliti dan lebih jelas.
Menurut Anna Poedjiadi (1987:28-32) pada zaman purba perkembangan pengetahuan telah tampak pada beberapa bangsa, seperti Mesir, Babylonia, Cina dan India. Ada keterkaitan saling pengaruh antara perkembangan pemikiran di satu wilayah dengan wilayah lainnya. Pembuatan alat-alat perunggu di Mesir abad ke-17 SM memberi pengaruh terhadap perkembangan yang diterapkan di Eropa. Bangsa Cina abad ke-15 SM juga telah mengembangkan teknik peralatan perunggu di zaman Dinastii Shang, sedangkan peralatan besi sebagai perangkat perang sudah dikenal pada abad ke-5 SM pada zaman Dinasti Chin. India memberikan surnbangsih yang besar dalam perkembangan matematik dengan penemuan sistem bilangan desimal. Budhisme yang diadopsi oleh raja Asoka, kaisar ketiga Di Mautya, telah menyumbangkan sistem bilangan yang menjadi titik tolak perkembangan sistem bilangan pada zaman modern: India bahkan sudah menemukan roda pemutar untuk pembuat tembikar pada abad ke-30 SM. Sayangnya peradaban yang sudah maju itu mengalami kepunahan pada abad ke-20 SM, baik yang disebabkan oleh bencana alam maupun oleh peperangan.
Secara umum dapat dinyatakan bahwa pengetahuan pada zaman purba ditandai dengan adanya lima kemampuan, yaitu (1) pengetahuan didasarkan pada pengalaman (empirical knowledge (2) pengetahuan berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai fakta dengan sikap receptive mind, dan kalaupun ada keterangan tentang fakta tersebut, maka keterangan itu bersifat mistis,magis dan religius; (3) kemampuan menemukan abjad dan sistem bilangan alam sudah menampakkan perkembangan pemikiran manusia ke tingkat abstraksi; (4) kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender yang didasarkan atas sintesis terhadap abstraksi yang dilakukan; dan (5) kemampuan meramal peristiwa-peristiwa fisis atas dasar peristiwa-peristiwa sebelumnya yang pernah terjadi, misalnya gerhana bulan dan matahari (Santoso,1977: 27-28)
C. Zaman Yunani (7 SM - 6 M)
Zaman Yunani Kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya. Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudang ilmu dan filsafat, karena Bangsa Yunani pada masa itu tidak lagii mempercayai mitologi-mitologi. Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude (suatu sikap menerima begitu saja), melainkan menumbuhkan sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis). Sikap belakangan inilah yang menjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern. Sikap kritis inilah menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli pikir terkenal sepanjang masa. Beberapa filsuf pada masa itu antara lain Thales, Phytagoras, Socrates, Plato, dan Aristoteles.
Zaman Kuno meliputi zaman filsafat pra-Socrates di Yunani. Tokoh-tokohnya dikenal dengan nama filsuf pertama atau filsuf alam. Mereka mencari unsur induk (arche) yang dianggap asal dari segala sesuatu. Menurut Thales arche itu air, Anaximandros berpendapat arche itu `yang tidak terbatas' (to apeiron). Anaximenes arche itu udara, Pythagoras arche itu bilangan, dan Heraklitos arche itu api, ia juga berpendapat bahwa segala sesuatu itu terus mengalir (panta rhei). Parmenedes mengatakan bahwa segala sesuatu itu tetap tidak bergerak. (Lasiyo dan Yuwono,1985: 52)
1. Zaman Keemasan Filsafat Yunani
            Pada waktu Athena dipimpin oleh Perikles kegiatan politik filsafat dapat berkembang dengan baik. Ada segolongan kaum yang pandai berpidato (rethorika) dinamakan kaum sofis. Mereka mengajarkan pengetahuan pada kaum muda. menjadi objek penyelidikannya bukan lagi alam tetapi manusia, sebagaimana yang dikatakan oleh Pythagoras, manusia adalah  ukuran untuk segala-galanya. Hal ini ditentang oleh Socrates dengan mengatakan bahwa yang- benar dan yang baik dipandang sebagai nilai-nilai objektif yang dijunjung tinggi oleh semua orang. Akibat ucapannya tersebut Socrates dihukum mati.
Hasil pemikiran Socrates dapat ditemukan pada muridnya Plato. Dalam filsafatnya Plato mengatakan: realitas seluruhnya terbagi  atas dua dunia yang hanya terbuka bagi panca indra dan dunia yang hanya terbuka bagi rasio kita. Dunia yang pertama adalah dunia jasmani dan yang kedua dunia ide.
Pendapat tersebut dikritik  oleh Aristoteles dengan mengatakan bahwa yang ada itu adalah manusia-manusia yang konkret “ide manusia' tidak terdapat dalam kenyataan”. Aristoteles adalah filosof realis, dan sumbangannya pada perkembangan ilmu pengetahuan besar sekali. Sumbangan yang sampai sekarang masih digunakan dalam ilmu pengetahuan adalah mengenai abstraksi, yakni aktivitas rasional di mana seseorang memperoleh pengetahuan. Menurut Aristoteles ada tiga macam abstraksi, yakni abstraksi fisis, abstraksi matematis, dan metafisis.
Abstraksi yang ingin menangkap pengertian dengan membuang unsur-unsur individual untuk mencapai kualitas adalah abstraksi fisis. Sedangkan abstraksi di mana subjek menangkap unsur  kuantitatif dengan menyingkirkan unsur kualitatif disebut abstraksi matematis. Abstraksi di mana seseorang menangkap unsur-unsur yang hakiki dengan mengesampingkan unsur-unsur lain disebut abstraksi metafisis. (Harry Hamersma,1983)
Teori Aristoteles yang cukup terkenal adalah tentang materi dan bentuk. Keduanya merupakan prinsip-prinsip metafisis, materi adalah prinsip yang tidak ditentukan, sedangkan bentuk adalah prinsip yang menentukan. Teori ini terkenal dengan sebutan Hylemorfisme. (K. Bertens,1988:11-16)
2.  Masa Helinistis dan Romawi.
Pada zaman Alexander Agung telah berkembang sebuah kebudayaan trans nasional yang disebut kebudayaan Helinistis, karena kebudayaan Yunani tidak terbatas lagi pada kota-kota Yunani saja, tetapi mencakup juga seluruh wilayah yang ditaklukkan Alexander Agung. Dalam bidang filsafat, Athena tetap merupakan suatu pusat yang penting, tetapi berkembang pula pusat-pusat intelektual lain, terutama kota Alexandria. Akhirnya ekspansi Romawi meluas sampai ke wilayah Yunani, itu tidak berarti kesudahan kebudayaan dan filsafat Yunani, karena kekaisaran Romawi pun pintu dibuka lebar untuk menerima warisan kultural Yunani.
Dalam bidang filsafat tetap berkembang, namun pada saat itu tidak ada filsuf yang sungguh-sungguh besar kecuali Plotinus.
Pada masa ini muncul beberapa aliran berikut.:
a. Stoisisme
Menurut paham ini jagat raya ditentukan oleh kuasa-kuasa yang disebut Logos. Oleh karena itu, segala kejadian berlangsung menurut ketetapan yang tidak dapat dihindari.
b. Epikurisme
Segala-galanya terdiri atas atom-atom yang senantisa bergerak. Manusia akan bahagia jika mau mengakui susunan dunia ini dan tidak boleh takut pada dewa-dewa.
c.Skeptisisme
Mereka berpikir bahwa bidang teoretis manusia tidak sanggup mencapai kebenaran. Sikap umum mereka adalah kesangsian
d. Eklitisisme
Suatu kecenderungan umum yang mengambil berbagai unsur filsafat dari aliran-aliran lain tanpa berhasil mencapai suatu Pemikiran yang sungguh-sungguh.­
e. Neo Platonisme
Paham yang ingin menghidupkan kembali filsafat Plato. Tokohnya adalah Plotinus. Seluruh filsafatnya berkisar pada Allah sebagai yang satu. Segala sesuatu berasal dari `yang satu` dan ingin kembali kepada-Nya. (K. Bertens,1988:16-18)
D. Zaman Pertengahan (6 M -15 M)
Zaman pertengahan merupakan suatu kurun waktu yang ada hubungannya dengan sejarah bangsa-bangsa di benua Eropa. Pengertian umum tentang zaman pertengahan yang berkaitan dengan perkembangan pengetahuan ialah suatu periode panjang yang dimulai dari jatuhnya kekaisaran Romawi Barat tahun 476 M hingga timbulnya Renaissance di Italia.
Zaman pertengahan (Midle Age) ditandai dengan pengaruh yang cukup besar dari agama Katolik terhadap kekaisaran dan perkembangan kebudayaan pada saat itu. Pada umumnya orang  Romawi sibuk dengan masalah keagamaan tanpa memperhatikan masalah duniawi dan ilmu pengetahuan. Pada masa itu yang tampil dalam lapangan ilmu pengetahuan adalah para teolog. Para ilmuwan pada masa ini hampir semua adalah para teolog sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Dengan kata lain, kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah ancilla theologiae, abdi agama. Oleh karena itu sejak jatuhnya kekaisaran Romawi Barat hingga kira-kira abad ke-10, di Eropa tidak ada kegiatan dalam bidang ilmu pengetahuan yang spektakuler yang dapat dikemukakan. Periode ini dikenal pula dengan sebutan abad kegelapan.
Menjelang berakhirnya abad tengah, ada beberapa kemajuan yang tampak dalam masyarakat yang berupa penemuan-penemuan. Penemuan-penemuan tersebut antara lain pembaruan penggunaan bajak yang dapat mengurangi penggunaan energi petani. Kincir air mulai digunakan untuk menggiling jagung.
Pada abad ke-13 ada pula kemajuan dan pembaruan dalam bidang perkapalan dan navigasi pelayaran. Perlengkapan kapal­ memperoleh kemajuan sehingga kapal dapat digunakan lebih efektif. Alat-alat navigasinya pun mendapat kemajuan pula. Kompas mulai digunakan orang di Eropa. Keterampilan dalam membuat tekstil dan pengolahan kulit memperoleh kemajuan setelah orang mengenal alat pemintal kapas.
Kemajuan lain yang penting pada masa akhir abad tengah adalah keterampilan dalam pembuatan kertas. Keterampilan ini berasal dari Cina dan dibawa oleh orang Islam ke Spanyol. Di samping itu orang juga telah mengenal percetakan dan pembuatan bahan peledak.
Berbeda dengan keadaan di Eropa yang mengalami abad kegelapan, di dunia Islam pada masa yang sama justru mengalami masa keemasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peradaban dunia Islam, terutama pada zaman Bani Umayah telah menemukan suatu cara pengamatan astronomi pada abad ke-7 M, delapan abad sebelum Galileo Galilei dan Copernicus melakukannya. Pada zaman keemasan kebudayaan Islam juga dilakukan penerjemahan, berbagai karya Yunani, dan bahkan khalifah Al-Makmun telah mendirikan Rumah Kebijaksanaan (House of Wisdom) pada abad ke-9 M.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat pada dunia Islam tersebut dimungkinkan oleh adanya pengamatan yang terus-menerus dan pencatatan yang teratur serta adanya dorongan dan bantuan dari pihak para raja yang memerintah. Dengan demikian untuk pertama kalinya dalam sejarah, tiga faktor penting yaitu politik, agama dan ilmu pengetahuan, berada pada satu tangan, raja atau sultan. Keadaan ini sangat menguntungkan perkembangan ilmu pengetahuan lebih lanjut. Selama 600 - 700 tahun lamanya kemajuan kebudayaan dan ilmu pengetahuan tetap ada pada bangsa-bangsa yang beragama Islam.
Menurut Slamet Iman Santoso (1997:64) sumbangan sarjana Islam dapat diklasifikasikan dalam tiga hal, yaitu : (1) menerjemahkan peninggalan bangsa Yunani dan menyebarluaskannya sedemikian rupa, sehingga pengetahuan ini menjadi dasar perkembangan kemajuan di dunia Barat sampai sekarang, (2) memperluas pengamatan dalam lapangan ilmu kedokteran, obat-obatan, astronomi, ilmu kimia, ilmu bumi, dan ilmu tumbuh-tumbuhan dan (3) menegaskan sistem desimal dan dasar-dasar aljabar.
Beberapa orang yang memberi sumbangan besar dalam perkembangan pengetahuan dan teknologi di dunia Islam antara lain A1 Khawarizmi, Omar Khayam, Jabir Ibnu Hayan, Al-Razi, Ali Ibnu Sina, Al-Idrisi dan Ibn Khaldun.
Muhammad Ahmad AL Khawarizmi menyusun buku Aljabar pada tahun 825 M, yang menjadi buku standar beberapa abad lamanya di Eropa. Ia juga menulis buku tentang perhitungan biasa (arithmetics). Buku tersebut menjadi pembuka jalan di Eropa untuk mempergunakan cara desimal, yang menggantikan penulisan dengan angka Romawi. Khawarizmi luga telah memperkenalkan persamaan pangkat dua dalam aljabar.
Jabir Ibnu Hayan (720 – 800 M ) banyak mengadakan eksperimen, antara lain tentang ktistalisasi, melarutkan, sublimasi, dan reduksi. Di samping mengadakan eksperimen, ia juga banyak menulis antara lain tentang proses pembuatan baja, pemurnian logam, memberi warna pada kain dan kulit, cara membuat kain tahan air, cara pembuatan zat warna untuk rambut. Ia juga menulis tentang pembuatan tinta, pembuatan gelas, cara memekatkan asam cuka dengan cara distilasi. Mengeni unsur-unsur  ia berpendapat bahwa logam atau mineral itu terdiri atas dua unsur penting yakni raksa dan belerang dengan berbagai macam susunan. Logam atau mineral berbeda karena susunan unsur-unsurnya berbeda.
Dalam bidang kedokteran muncul nama-nama terkenal seperti Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakaria Al-Razi atau di negara Barat dikenal dengan sebutan Razes (850-923 M) dan Ibn Sina atau Avicenna (980-1037 M). Razes sangat banyak menulis buku, di antaranya100 buah buku tentang kedokteran, 33 buah buku tentang ilmu pengetahuan alam termasuk alkimia, l l buah buku tentang matematika dan astronomi, dan lebih dari 45 buah buku tentang filsafat dan teologia. Salah satu hasil karyanya tersebut adalah sebuah ensiklopedia kedokteran berjudul Continens. Sementara itu Ibn Sina juga menulis buku-buku tentang kedokteran yang diberi nama Al-,Qanun. Buku ini menjadi buku standar dalam ilmu kedokteran di Eropa sampai ± tahun 1650. (Santoso, 1997: 63). Selain itu Abu'1 Qasim atau Abu'1 Casis menulis sebuah ensiklopedi kedokteran, yang antara lain menelaah, ilmu bedah serta menunjukkan peralatan yang dipakai dimasa itu {± tahun 1013).
Ibn Rushd atau Averoes (1126-1198 M) seorang ahli kedokteran yang menerjemahkan dan mengomentari karya-karya Aristoteles. Dari tulisannya terbukti bahwa Ibn Rushd mengikuti aliran ­evolusionisme, yaitu aliran yang berkeyakinan bahwa semua yang ada di dunia tidak tercipta tiba-tiba dan dalam keadaan yang selesai, melainkan semuanya terjadi melalui perkembangan, untuk akhirnya menjelma dalam keadaan yang selesai.
Tokoh lain yang juga turut berjasa dalam pengembangan ilmu  pengetahuan di dunia Islam, terutama dalam bidang geografi adalah Al-Idrisi (1100-1166 M). la telah membuat 70 peta dari daerah yang dikenall pada masa itu untuk disampaikan kepada Raja Roger II dari kerajaan Sicilia.
Dalam khasanah pengetahuan sosial, di dunia Islam terdapat nama Ibn Khaldun (1332 -1406 M), yang memiliki nama lengkap Abu Zaid Abdal-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami. la merupakan seorang ahli sejarah, politik, sosiologi, dan ekonomi, Ia sering dianggap sebagii perintis ilmu sosial dan peletak dasar sosiologi. Hasil karyanya yang termasyhur adalah sebuah buku berjudul A1-Muqaddimah. Dalam bukunya tersebut, ia membahas tentang perkembangan masyarakat dan perubahan dalam masyarakat. Sebagai penemu ilmu masyarakat-yang baru, Ibn Khaldun berusaha keras agar objektif dalam memaparkan masyarakat ketimbang menemukan obat untuk menyembuhkan "penyakit" masyarakat (Baali,1989:191).
Dalam pandangan Ibn Khaldun, gejala sosial mengikuti pola dan hukum tertentu, dan dengan sendirinya akan menghasilkan akibat-­akibat tertentu pula. Dikatakan bahwa hukum-hukum sosial tidak hanya mengena pada perseorangan, tetapi pada semua orang. Hukum-hukum sosial akan berlaku sama bagi masyarakat, meskipun terpisah ruang dan waktu: Oleh karena itu hukum-­hukum ini tidak dipengaruhi oleh seseorang. Seorang pemimpin tidak dapat memperbaiki keadaan sosial, kalau tidak mendapat dukungan dari masyarakat.
Sebagai peletak dasar sosiologi, Ibn Khaldun mempergunakan banyak metode dan teori untuk menjelaskan faktor yang ada dalam masyarakat. Misalnya, bangsa terjajah akan meniru bangsa yang menjajah, karena merasa bahwa kemenangan disebabkan oleh keunggulan, baik teknik maupun lembaganya, dan hal itu perlu ditiru supaya yang terjajah juga rriendapatkan kesuksesan.
Pokok pemikiran dari Ibn Khaldun terletak pada `asabiyah atau solidaritas sosial yang menjadi kodrat manusia yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia ialah makhluk sosial, oleh karena itu diperlukan suatu ikatan dalam bentuk negara. Solidaritas sosial ini amat kuat pada masyarakat pengembara. Negara dapat terbentuk dan menjadi kuat atas dasar solidaritas ini, tetapi setelah terbentuk berkuranglah ikatan solidaritas, karena adanya kekuasaan yang harus dipatuhi. Dengan demikian tujuan dari solidaritas adalah kekuasaan.
E:  Zaman Renaissance (14 M -17 M)
Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yang bebas dari dogma-dogma agama. Renaissance ialah zaman peralihan ketika kebudayaan Abad Pertengahan mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern. Manusia pada zaman ini adalah manusia yang merindukan pemikiran yang bebas. Manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak didasarkan atas campur tangan Ilahi. Penemuan ilmu pengetahuan modern' sudah mulai dirintis pada Zaman Renaissance. Ilmu pengetahuan yang berkembang maju pada masa ini adalah bidang astronomi. Tokoh-tokoh yang terkenal seperti Roger Bacon, Copernicus, Johannes Keppler, dan Galileo Galilei. Berikut cuplikan pemikiran para filusuf tersebut.
l. Roger Bacon, berpendapat bahwa pengalaman (empiris) menjadi landasan utama bagi awal dan ujian akhir bagi semua ilmu pengetahuan. Matematika merupakan syarat mutlak untuk mengalah semua pengetahuan.
2.Copernicus, mengatakan bahwa bumi dan planet semuanya mengelilingi matahari, sehingga matahari menjadi pusat (heliosentririsme). Pendapat ini berlawanan dengan pendapat umum yang berasal dari Hipparahus dan Ptolomeus yang menganggap bahwa bumi sebagai pusat alam semesta (geosentrisme).
3, Johannes Keppler, menemukan tiga buah hukum yang melengkapii penyelidikan Brahe sebelumnya, yaitu:
a. Bahwa gerak benda angkasa itu ternyata bukan bergerak mengikuti lintasan circle, namun gerak itu mengikuti lintasan elips. Orbit semua planet berbentuk elips.
b. Dalam waktu yang sama, garis penghubung antara planet dan matahari selalu melintasi bidang yang luasnya sama.
c. Dalam perhitungan matematika terbukti bahwa bila jarak rata-rata dua planet A dan B dengan matahari adalah X dan Y, sedangkan waktu untuk meliintasi orbit masing-­masing adalah P dan Q, maka P2: Q2 X3: Y3.
4. Galileo Galilei, membuat sebuah teropong bintang yang terbesar pada masa itu dan mengamati beberapa peristiwa angkasa secara langsung. Ia menemukan beberapa peristiwa panting dalam bidang astronomi. Ia melihat bahwa planet Venus dan Mercurius menunjukkan perubahan-perubahan seperti halnya bulan, sehingga ia menyimpulkan bahwa planet-­planet tidaklah memancarkan cahaya sendiri, melainkan hanya memantulkan cahaya dari matahari (Rizal Mustansyir,1996)
F.   Zaman Modern (17 M -19 IV)
Zaman modern ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah. Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern sesungguhnya sudah dirintis sejak Zaman Renaissance. Seperti Rene Descartes, tokoh yang terkenal sebagai bapak filsafat modern. Rene Descartes juga seorang ahli ilmu pasti. Penemuannya dalam ilmu pasti adalah sistem koordinat .Selain itu pada zaman ini ada juga filsuf-filsuf lain misalnya: Isaac Newton, Caharles Darwin.
G. Zaman Kontemporer (Abad ke-20 dan seterusnya)
Di antara ilmu khusus yang dibicarakan oleh para filsuf, bidang fisika menempati kedudukan yang paling tinggi. Menurut Trout (dalam Riza1 Mustansyir, dkk., 2001) fisika dipandang sebagai dasar ilmu pengetahuan yang subjek ma­terinya mengandung unsur-unsur fundamental yang membentuk alam semesta. la juga menunjukkan bahwa secara historis hubungan antara fisika dengan filsafat terlihat dalam dua cara. Pertama, diskusi filosofis mengenai metode fisika, dan dalam interaksi antara pandangan substansial tentang fisika (misalnya: tentang materi, kuasa, konsep ruang, dan waktu). Kedua, ajaran filsafat tradisi­onal yang menjawab fenomena tentang materi, kuasa, ruang, dan waktu. Dengan demikian, sejak semula sudah ada hubungan yang erat antara filsafat dan fisika.
Fisikawan termasyhur abad ke-20 adalah Albert Einstein. Ia menyatakan bahwa alam itu tidak berhingga besarnya dan tidak terbatas, tetapi juga tidak berubah status totalitasnya atau bersifat statis dari waktu ke waktu. Einstein percaya akan kekekalan materi. Ini berarti bahwa alam semesta itu bersifat kekal, atau dengan kata lain tidak mengakui adanya penciptaan alam. Dii samping teori mengenai fisika, teori alam semesta, dan lain-lain, Zaman Kontemporer ini ditandai dengan penemuan berbagai teknologi canggih. Teknologi komunikasi dan informasi termasuk salah satu yang mengalami kemajuan sangat pesat. Mulai dari penemuan komputer, berbagai satelit komunikasi, internet, dan sebagai­nya. Bidang ilmu lain juga mengalami kemajuan pesat, sehingga terjadi spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuwan kontemporer mengetahui hal yang sedikit, tetapi secara mendalam. Ilmu kedokteran semakin menajam dalam spesialis dan subspesialis atau super-spesialis, demikian pula bidang ilmu lain. Di samping kecenderungan ke arah spesialisasi, kecenderungan lain adalah sintesis antara bidang ilmu satu dengan lainnya, sehingga dihasilkannya bidang ilmu baru seperti bioteknologi yang dewasa ini dikenal dengan teknologi kloning.

                                Pembagian Ilmu Pengetahuan

Kata ilmu dalam bahasa Arab yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan sebagainya. Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi. Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (material saja), atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika lingkup pandangannya dibatasi ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkret. Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jarak matahari dan bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi cocok menjadi perawat. Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu. 1. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian. 2. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah. 3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga. 4. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180ยบ. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula. Ilmu dibagi menjadi 3 bidang utama, yaitu Ilmu alam, Ilmu sosial, dan Ilmu budaya (humaniora). 1. Ilmu alam adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun. Sains (science) diambil dari kata latin scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. "Real Science is both product and process, inseparably Joint" (Agus. S. 2003: 11) Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas. Ilmu alam mempelajari aspek-aspek fisik & nonmanusia tentang Bumi dan alam sekitarnya. Ilmu-ilmu alam membentuk landasan bagi ilmu terapan, yang keduanya dibedakan dari ilmu sosial, humaniora, teologi, dan seni. Matematika tidak dianggap sebagai ilmu alam, akan tetapi digunakan sebagai penyedia alat/perangkat dan kerangka kerja yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam. Istilah ilmu alam juga digunakan untuk mengenali "ilmu" sebagai disiplin yang mengikuti metode ilmiah, berbeda dengan filsafat alam. Di sekolah, ilmu alam dipelajari secara umum di mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (biasa disingkat IPA). Tingkat kepastian ilmu alam relatif tinggi mengingat obyeknya yang kongkrit, karena hal ini ilmu alam lazim juga disebut ilmu pasti. Di samping penggunaan secara tradisional di atas, saat ini istilah "ilmu alam" kadang digunakan mendekati arti yang lebih cocok dalam pengertian sehari-hari. Dari sudut ini, "ilmu alam" dapat menjadi arti alternatif bagi biologi, terlibat dalam proses-proses biologis, dan dibedakan dari ilmu fisik(terkait dengan hukum-hukum fisika dan kimia yang mendasari alam semesta. Cabang-cabang utama dari ilmu alam adalah:
o   Astronomi
o   Biologi
o   Ekologi 
o   Fisika
o   Geologi
o   Geografi fisik berbasis ilmu 
o   Ilmu bumi 
o   Kimia

Ilmu sosial (Inggris:social science) atau ilmu pengetahuan sosial (Inggris:social studies) adalah sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan manusiadan lingkungan sosialnya. Ilmu ini berbeda dengan seni dan humaniora karena menekankan penggunaan metode ilmiah dalam mempelajari manusia, termasuk metoda kuantitatif dan kualitatif. Istilah ini juga termasuk menggambarkan penelitian dengan cakupan yang luas dalam berbagai lapangan meliputi perilaku dan interaksi manusia pada masa kini dan masa lalu. Berbeda dengan ilmu sosial secara umum, IPS tidak memusatkan diri pada satu topik secara mendalam melainkan memberikan tinjauan yang luas terhadap masyarakat. Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek masyarakat secara subjektif, inter-subjektif, dan objektif atau struktural, sebelumnya dianggap kurang ilmiah bila dibanding dengan ilmu alam. Namun sekarang, beberapa bagian dari ilmu sosial telah banyak menggunakan metoda kuantitatif. Demikian pula, pendekatan interdisiplin dan lintas-disiplin dalam penelitian sosial terhadap perilaku manusia serta faktor sosial dan lingkungan yang mempengaruhinya telah membuat banyak peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa aspek dalam metodologi ilmu sosial.[1] Penggunaan metoda kuantitatif dan kualitatif telah makin banyak diintegrasikan dalam studi tentang tindakan manusia serta implikasi dan konsekuensinya. Karena sifatnya yang berupa penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial, di Indonesia IPS dijadikan sebagai mata pelajaran untuk siswa sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah tingkat pertama(SMP/SLTP). Sedangkan untuk tingkat di atasnya, mulai dari sekolah menengah tingkat atas (SMA) dan perguruan tinggi, ilmu sosial dipelajari berdasarkan cabang-cabang dalam ilmu tersebut khususnya jurusan atau fakultas yang memfokuskan diri dalam mempelajari hal tersebut. Cabang-cabang utama dari ilmu sosial adalah: § Antropologi, yang mempelajari manusia pada umumnya, dan khususnya antropologi budaya, yang mempelajari segi kebudayaan masyarakat § Ekonomi, yang mempelajari produksi dan pembagian kekayaan dalam masyarakat § Geografi, yang mempelajari lokasi dan variasi keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi § Hukum, yang mempelajari sistem aturan yang telah dilembagakan § Linguistik, yang mempelajari aspek kognitif dan sosial dari bahasa § Pendidikan, yang mempelajari masalah yang berkaitan dengan belajar, pembelajaran, serta pembentukan karakter dan moral § Politik, yang mempelajari pemerintahan sekelompok manusia (termasuk negara) § Psikologi, yang mempelajari tingkah laku dan proses mental § Sejarah, yang mempelajari masa lalu yang berhubungan dengan umat manusia § Sosiologi, yang mempelajari masyarakat dan hubungan antar manusia di dalamnya 3. Humaniora, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Balai Pustaka: 1988), adalah ilmu-ilmu pengetahuan yang dianggap bertujuan membuat manusia lebih manusiawi, dalam arti membuat manusia lebih berbudaya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, humaniora berarti “ilmu pengetahuan (agama, filsafat, sejarah, bahasa, dan sastra, pelbagai cabang seni, dsb) yang berusaha menafsirkan makna kehidupan manusia di dunia dan berusaha menafsirkan martabat kepada penghidupan dan eksistensi manusia”. Sedangkan menurut kamus Merriam-Webster, humaniora—yang dalam bahasa Inggris disebut humanities—adalah cabang kajian (sebagaimana filsafat, seni, dan bahasa) yang menyelidiki konsep-konsep dan persoalan-persoalan manusia yang berbeda dengan proses-proses alami (seperti fisika atau kimia) dan hubungan-hubungan sosial (seperti dalam antropologi atau ekonomi). Senada dengan definisi ini, Woodhouse (Mustansyir 211), mengatakan bahwa humanities merupakan sekelompok disiplin pendidikan yang isi dan metodenya dibedakan dari ilmu-ilmu fisik dan biologi, dan juga paling tidak dibedakan dari ilmu-ilmu sosial. Kelompok kajian humanities meliputi bahasa, sastra, seni, filsafat, dan sejarah. § Dari pengertian-pengertian di atas, kita bisa menyimpulkan setidaknya dua hal. Yang pertama, humaniora adalah ilmu yang mengkaji hakikat manusia beserta persoalan-persoalan manusiawi mereka dengan tujuan untuk meraih kualitas kehidupan yang lebih baik. Karena humaniora mempelajari tentang manusia, oleh karena itu, objek material ilmu ini sebenarnya adalah manusia itu sendiri. § Yang kedua, humaniora terdiri dari cabang-cabang ilmu lain, diantaranya bahasa, sastra, filsafat, sejarah, dan seni. Ilmu-ilmu ini pada dasarnya sama-sama mengkaji tentang manusia, namun dengan cara yang berbeda-beda[4]. Sebagai contoh, bahasa mengkaji manusia melalui perilaku komunikasi verbal yang dilakukannya. Sastra mengkaji manusia melalui karyanya yang berupa tulisan-tulisan bernilai tinggi yang mencerminkan kedalaman berfikir dan olah rasa. Filsafat mengkaji manusia melalui pemikiran-pemikiran bijaksananya yang selalu ingin menemukan hakikat kebenaran dan eksistensinya. Sejarah mengkaji manusia dengan menyelidiki segala hal yang ditiggalkannya yang dapat memberikan gambaran mengenai kondisi, kehidupan, ataupun peristiwa yang terjadi di masa lalu. Sedangkan seni mengkaji manusia dengan melihat karya-karyanya yang artistik dan bernilai estetika tinggi yang merupakan perwujudan dari implementasi yang mendalam terhadap potensi kemanusiaan yang berupa cipta, rasa, karya, dan karsa. § Humaniora merupakan rumpun keilmuan yang memiliki karakteristik yang khas. Jerome Kagan (4) memformulasikan karakteristik humaniora sebagai sebuah kajian yang tertarik memahami reaksi manusia pada kejadian-kejadian yang dialami dan makna-makna yang disematkannya pada pengalaman-pengalaman yang dialaminya sebagai sebuah fungsi dari budaya, era historis, dan sejarah hidup. Lebih jauh, dalam artikelnya pada jurnal filsafat Wisdom, Rizal Mustansyir (212) mengatakan: § Humaniora merupakan studi yang memusatkan perhatiannya pada kehidupan manusia, menekankan unsur kreativitas, kebaharuan, orisinalitas, keunikan, Humaniora berusaha mencari makna dan nilai, sehingga bersifat normatif. Dalam bidang humaniora rasionalitas tidak hanya dipahami sebagai pemikiran tentang suatu objek atas dasar dalil-dalil akal, tetapi juga hal-hal yang bersifat imajinatif, sebagai contoh: Leonardo da Vinci mampu menggambar sebuah lukisan yang mirip dengan bentuk helikopter jauh sebelum ditemukan pesawat terbang. § Lalu, seberapa pentingkah kajian ilmu humaniora terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni? Jawabnya, tentu saja penting! Humaniora, menurut saya, merupakan ruh dari semua ilmu. Betapa tidak, humaniora merupakan satu-satunya rumpun ilmu yang mempelajari manusia dengan tujuan untuk memahami hakekat manusia itu sendiri agar bisa lebih memanusiakan manusia. Sedangkan di lain pihak, rumpun ilmu lain hanyalah bertujuan untuk memudahkan kehidupan manusia di dunia melalui kajian-kajian dan penemuan-penemuan. Dengan kata lain, sains dan ilmu sosial memudahkan kehidupan manusia, sedangkan makna serta hakikat tentang manusia dan kehidupan itu sendiri dijelaskan oleh humaniora. Tentunya, manusia tidak akan pernah bisa mengembangkan segala macam potensinya (termasuk di bidang sains dan ilmu sosial) jika tidak pernah memahami tentang hakikat dan keberadaanya. § Salah satu alasan kenapa humaniora saya sebut sebagi “ruh” ilmu lain, karena humaniora memberikan arah dan makna bagi keberadaan dan perkembangan ilmu lain. Sebagai contoh, dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, humaniora memberikan pandangannya melalui kajian-kajian etika ketika teknologi kloning baru muncul dan populer. Apakah logis, jika kloning diperbolehkan untuk diterapkan kepada manusia secara luas sehingga nilai-nilai dasar yang menjadikan seseorang disebut manusia menjadi kabur? Apakah etis, manusia bertindak seolah-olah menjadi Tuhan dengan sewenang-wenang membuat makhluk baru tanpa melalui proses reproduksi? Apakah berperikemanusiaan jika manusia membuat makhluk baru dan membiarkannya mati sebelum waktunya karena tidak sempurnya teknologi rekayasa kloning[5]? § Sebuah contoh lagi adalah dalam bidang teknologi komunikasi. Sebagaimana kita ketahui, teknologi informasi dan komunikasi manusia saat ini sudah sedemikian maju, sehingga seseorang tidak perlu bertemu muka langsung untuk mengadakan pertemuan atau rapat. Semuanya bisa dilakukan jarak jauh dan tanpa kabel. Akan tetapi, tiba-tiba saja kita secara tidak sadar telah melakukan sesuatu yang sangat besar dalam kehidupan kita melalui teknologi tersebut. Di satu sisi teknologi tersebut memang mendekatkan kita dari yang jauh. Namun di sisi lain, tanpa kita sadari teknologi itu juga menjauhkan kita dari orang yang sudah dekat secara spasial dengan kita. Kita selalu sibuk membalas tweet[6] dari orang-orang yang terkadang mukanya saja tidak kita ketahui, sedangkan di sebelah kita duduk seorang sahabat baik—yang juga sedang melakukan hal yang sama—yang selalu membantu kita disaat kita membutuhkan bantuan. Tiba-tiba saja kita kurang berinteraksi secara fisik bahkan dengan orang yang sangat dekat dengan kita. § Humaniora melihat fenomena tersebut dan berusaha mengingatkan kita melalui kajian-kajiannya bahwa kita terancam kehilangan predikat kita sebagai makhluk sosial, makhluk mulia ciptaan Tuhan yang senantiasa saling membantu satu sama lain melalui interaksi fisik. Kajian humaniora memberikan arah bagi teknologi tersebut agar digunakan sesuai dengan tujuan kebaikan manusia dan memanusiakan manusia. Humaniora juga memberikan makna bagi kehidupan kita dengan cara mengingatkan kita untuk selalu menjaga nilai kemanusiaan kita sebagai manusia yang sekaligus membuat kita berbeda dan lebih mulia dari pada makhluk lain. § Di sisi lain, humaniora ternyata juga memiliki peran lain yang sangat vital dalam teknologi informasi dan komunikasi. Peran bahasa dalam komunikasi dan transfer informasi merupakan sesuatu yang tak dapat diragukan perannya. Tak bisa dibayangkan bagaimanakah sebuah informasi disampaikan tanpa menggunakan bahasa (Mustansyir 213), atau bagaimana komunikasi verbal bisa berjalan tanpa menggunakan bahasa. § Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, sekali lagi humaniora berperan memberikan arah dan hakikat tujuan pengembangan tersebut. Humaniora senantiasa menjaga agar segala perkembangan ilmu pengetahuan selalu didasarkan atas kepentingan kebaikan umat manusia. Humaniora juga selalu menjaga agar dalam perkembangan tersebut manusia tetap menjadi subjek yang mengendalikan ilmu pengetahuan demi terciptanya kehidupan manusia yang lebih baik. Tak akan bisa dibayangkan bagaimana jadinya nanti jika teknologi robotik dan kloning menjadi sedemikian maju, sehingga tercipta manusia-manusia cyborg[7] atau robot-robot dengan kecerdasan buatan yang menyamai manusia, sehingga tiba-tiba dunia didominasi oleh bukan manusia lagi, melainkan oleh mesin-mesin ciptaan manusia. Manusia tiba-tiba menjadi tersingkir dari dunianya dan menjadi subordinat terhadap ciptaannya sendiri. Humaniora mengajak kita merenungkan hal ini, salah satunya, dengan cara memberikan suatu gambaran fiksi hal tersebut dalam bentuk film-film seperti trilogi Terminator dan trilogi Matrix. § Dalam perkembangan bidang seni, pentingnya humaniora sudah tidak disangsikan lagi, karena pada dasarnya seni juga termasuk ke dalam rumpun keilmuan humaniora, sebagaimana tersinggung dalam pengertian humaniora di atas. Seni selalu berasal dari manusia dan keindahannya ditujukan untuk dinikmati indera manusia. Hal ini sangat sejalan dengan kajian humaniora yang selalu menjadikan manusia sebagai subjek. Dengan humaniora, seni menjadi lebih kaya, indah, dan bermakna karena selalu berpegang pada nilai-nilai kehidupan manusia. Etika dalam humaniora juga menjaga agar seni tidak membuat kehidupan manusia hancur oleh perpecahan dan hilangnya nilai-nilai kemanusiaan. § Beberapa tahun yang lalu kita melihat dan mendengar bagaimana seorang berkebangsaan Denmark membuat karikatur-karikatur yang melecehkan Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut menimbulkan kemarahan dan protes yang luar biasa dari umat Islam di seluruh dunia. Hingga banyak orang tiba-tiba saja menjadi terpanggil untuk melakukan jihad karena merasa benar-benar tersinggung oleh kejadian tersebut. Peristiwa tersebut mulai mereda ketika banyak sekali pihak di luar umat muslim yang ternyata juga memandang hal tersebut sebagai suatu yang tidak sepatutnya dan tidak beretika. Tidak akan bisa dibayangkan apa yang mungkin bisa terjadi jika dalam seni tidak ada unsur etika yang dilibatkan. Karikatur-karikatur semacam itu bisa saja dianggap sebagai sebuah karya seni, tanpa menghiraukan bahwa ada pihak yang berkeberatan dan rela mati untuk membela apa yang dipercayainya tersebut. Pada akhirnya hal tersebut bisa mengakibatkan perpecahan dan peperangan yang nilai dampaknya akan jauh lebih besar dari pada nilai seni karikatur itu sendiri. § Perkembangan konsep humaniora modern sebenarnya berawal dari jaman Yunani Kuno. Konsep tersebut berasal daripaideia Yunani Klasik, yang merupakan suatu program pendidikan umum yang berasal dari kaum sofis pada pertengahan abad ke-5 SM, yang menyiapkan para pria muda untuk menjadi warganegara aktif dalam polis. Tidak hanya itu, konsep humaniora juga berasal dari terminologi Cicero humanitas (yang berarti secara harfiah “sifat manusia”), yang merupakan program pelatihan bagi calon orator yang pertama kali ditetapkan di De Oratore pada tahun 55 SM. Pada perkembangan selanjutnya, konsep-konsep tersebut diadopsi dan diadaptasi oleh berbagai pemikir, mulai dari St. Augustine, para pemikir abad pertengahan, hingga para pemikir abad 19 seperti Wilhelm Dilthey dan Heinrich Rickert (“humanities”, Encyclopรฆdia Britannica 2007). Pemikiran-pemikiran para filsuf tersebut telah membuat konsep sederhana paideia dan humanitas berkembang hingga menjadi konsep humaniora pada saat ini. Bahkan, di era modern seperti sekarang ini, konsep humaniora juga terus berkembang dan dipengaruhi oleh pikiran-pikiran kritis modern. Seiring dengan munculnya pemikiran posmodernisme yang merupakan perwujudan dari ketidakpuasan terhadap proyek-proyek modernitas, humaniora juga turut berkembang menjadi sebuah kajian yang berusaha mengkaji hal-hal yang melampui batas-batas modernitas. § Secara umum, konsep dasar posmodern adalah menolak kemapanan-kemapanan yang ditawarkan oleh modernitas. Listiyono Santoso (dalam Santoso dkk. 320-322) mengatakan bahwa di tengah kemapanan dan pesona yang ditawarkan oleh proyek modernisasi dengan rasionalitasnya, postmodern justru (di)tampil(kan) dengan sejumlah evaluasi kritis dan tajam terhadap impian-impian masyarakat modern. Munculnya postmodern merupakan suatu sinyal atas hadirnya sejumlah pemikir, filsuf, dan intelektual yang berusaha melakukan dekonstruksi atas basis dasar pengetahuan modern. Artinya, nilai yang ditawarkan oleh postmodern adalah betapa gagasan –gagasan dasar, seperti filsafat, rasionalitas, dan epistemologi, dipertanyakan lagi secara radikal. Dengan demikian, terminologi postmodernisme lebih berkaitan dengan suatu sikap kritis atas segala bentuk kemapanan (status quo) yang diciptakan oleh proyek modernisasi. § Menurut Lyotard, postmodern merupakan suatu periode dimana segala sesuatu di-deligitimasi-kan (Sugiharto dalam Santoso 324). Postmodern mendeligitimasi sistem totaliter yang biasanya bersifat hegemonis dan pro status quo agar tidak memberangus munculnya kebenaran-kebenaran yang bukan sekadar kebenaran tunggal. Ketika posisi pengetahuan dilegitimasikan oleh narasi-narasi besar seperti kebebasan, kemajuan, emansipasi, dan sebagainya, maka kini narasi-narasi besar tersebut telah mengalami nasib yang sama dengan narasi-narasi besar (metanarasi) sebelumnya—seperti religi, dialektika ruh, subjektivitas, dan sebagainya—yang menjadi patokan filsafat modern, yaitu mengalami kehilangan kekuatannya dan menjadi sulit dipercaya (Santoso 324-325). Sederhananya, postmodern menyadari bahwa dalam ranah rasionalitas tidak ada kebenaran yang yang bersifat tunggal dan absolut. Oleh karena itu postmodern menolak kebenaran tunggal dan memperjuangkan adanya berbagai realitas lain yang juga benar. § Postmodernisme sebagai epistemologi ditandai oleh keragaman argumen. Menurut Lyotard, postmodern berarti mencari ketidakstabilan. Kalau pengetahuan modern mencari kestabilan melalui metodologi, dengan “kebenaran” sebagai titik akhir pencarian, maka pengetahuan postmodern ditandai oleh runtuhnya kebenaran, rasionalitas, dan objektivitas. Prinsip dasarnya bukan benar-salah, tetapi sebagai paralogy atau membiarkan segala sesuatunya terbuka, untuk kemudian sensitif terhadap perbedaan-perbedaan. Tampaknya, semangat dekonstruksi Derrida berpengaruh pada prinsip pengetahuan postmodern untuk selalu melakukan revisi kritis pada setiap bentuk pengetahuan (Santoso 326). § Pada kenyataan masa kini, ilmu pengetahuan (sains) telah berkembang dengan sangat luar biasa sehingga menjadi sebuah rumpun ilmu yang sangat rumit karena telah menjadi sangat terspesialisasi. Sebagai contoh, ilmu kedokteran saat ini telah menjadi ilmu yang memiliki kajian spesialis yang sangat banyak, mulai dari organ bagian kepala yang terdiri spesialis THT-KL[8], spesialis mata, dst; organ-organ dalam manusia yang terdiri dari hematologi-onkologi, hepatologi, kardiovaskular, dst; spesialis ilmu kesehatan anak; sub-spesialis THT-KL; dan masih banyak lagi (“Dokter Spesialis”, http://id.wikipedia.org). Sebagai layaknya ilmu eksak, ilmu-ilmu spesialis di atas selalu mengkaji setiap objek kajiannya berdasarkan kenyataan-kenyataan empiris, setiap fenomena non-empiris, yang biasanya dikaji oleh oleh ilmu-ilmu sosial dan humaniora, tidak akan masuk pada pertimbangan pengkajian. § Akan tetapi, seiring munculnya semangat posmodern dewasa ini, paradigma ilmu-ilmu sains sepertinya juga turut terpengaruhi dan mulai berubah. Paradigma posmodern, yang tidak pernah menerima sebuah kemapanan dalam kebenaran tunggal dan selalu melihat kemungkinan adanya kebenaran-kebenaran lain, sedikit banyak telah mempengaruhi sikap dan paradigma ilmu-ilmu sains terhadap fenomena non-empiris. Ilmu-ilmu sains saat ini mulai melihat objek-objek kajian humaniora dan ilmu-ilmu sosial, yang terkadang non-empiris, sebagai objek potensial kajian. Hal ini salah satunya ditandai dengan dibukanya program studi (diploma III) pengobatan tradisional (Battra) yang berada di bawah Fakultas Kedokteran di Universitas Airlangga. § Dalam sebuah diskusi, seorang teman yang saat ini (2011) sedang dalam proses menyelesaikan pendidikan program doktoral pada bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Airlangga, mengatakan bahwa saat ini terdapat tren kejenuhan kajian pada ilmu-ilmu sains. Saking terspesialisasinya ilmu-ilmu tersebut, para praktisinya mulai merasa “kehabisan” bahan kajian. Di luar negeri, khususnya Australia, para praktisi dan peneliti ilmu kesehatan mulai tertarik dengan hal-hal yang berbau tradisional dan sedikit non empiris. Salah satu fenomena yang terjadi adalah munculnya kajian ethnomedicine. Banyak para peneliti dari Australia yang datang dan ”berpetualang” ke pelosok-pelosok Indonesia untuk mempelajari khasanah pengobatan tradisional suku-suku di Indonesia. Mereka tertarik melihat bagaimana beberapa penyakit diatasi oleh penduduk setempat dengan menggunakan kearifan-kearifan lokal yang mereka miliki. Objek-objek kajian mereka yang dulunya selalu bersifat empiris, pada saat ini menjadi tidak mutlak lagi. Mereka mulai melihat dan mengkaji bagaimana bisa seseorang di suatu komunitas tertentu merasa telah disembuhkan dari sakit kepala sebelah hanya dengan dibacakan mantra tertentu dan disembur air putih. § Munculnya posmodernisme dan tren penelitian tersebut tentunya telah memberikan keuntungan bagi cabang-cabang ilmu humaniora dan termasuk juga ilmu-ilmu sosial. Kini, orang-orang mulai melihat humaniora sebagi sebuah ilmu yang sangat berguna bagi perkembangan ilmu-ilmu lain, khususnya sains. Para peneliti ethnomedicine saat ini mulai membuka hasil-hasil kajian humaniora sebagai dasar dan pertimbangan bagi mereka untuk melakukan penelitian dan pengembangan keilmuan. Mereka juga mulai membaca sejarah suatu suku tertentu untuk menyelidiki rahasia keberhasilan suku tersebut dalam mengatasi wabah penyakit mematikan, semisal demam berdarah. Di lain pihak, munculnya posmodernisme juga membuat orang-orang mulai berpikir dan berusaha menjaga kualitas kemanusiaan mereka, dalam hubungannya dengan sesama manusia dan dengan lingkungan sekitar. Banyak orang yang sudah mulai peduli dengan kemajuan teknologi yang tidak hanya memberikan kemudahan bagi manusia saja, namun juga memberikan manfaat bagi lingkungan. Manusia mulai bepikir tentang bagaimana membuat dirinya lebih manusia dengan segala macam kemajuan yang diperoleh, namun di sisi lain berusaha untuk mempertahan eksistensinya di dunia dengan cara menjaga lingkungan tempat hidupnya. Cara-cara berpikir yang sejalan dengan konsep humaniora tersebut tampaknya mulai menjadi tren kehidupan masyarakat saat ini. § § Humaniora dalam perannya sebagai sebuah ilmu tampaknya mulai diperhitungkan oleh masyarakat luas. Hal ini salah satunya ditandai dengan banyaknya beasiswa untuk mahasiswa humaniora—yang di Amerika lebih dikenal dengan jurusan liberal arts—khususnya untuk yang belajar ke luar negeri. Di lain pihak, banyak cendekiawan yang mulai memahami bahwa humaniora telah memberikan pengaruh dan makna yang sangat penting bagi kemajuan ilmu-ilmu lain. Hal ini juga tidak terlepas dari munculnya sebuah fenomena paradigma berpikir posmodern yang membawa kembali relasi-relasi kebenaran humaniora yang sempat “terlupakan” oleh dominasi ilmu-ilmu sains selama abad 20. Kategori yang tergolong dalam ilmu ini antara lain:
o   Teologi
o   Filsafat
o   Hukum 
o   Sejarah 
o   Filologi
o   Bahasa, Budaya & Linguistik (Kajian bahasa)
o   Kesusastraan
o   Kesenian
o   Psikologi



                                                Karakteristik Ilmu

            Sebelum kita menelaah lebih jauh tentang criteria-kriteria kebenaran ilmu, kita akan membahas terlebih dahulu arti dari ilmu itu sendiri.
       Selain itu arti ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Kata ilmu sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Arab “ilm” yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu social dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial dan lain sebagainya. (Wikipedia.org/wiki/sains#syarat-syarat_ilmu)

Karakteristik Ilmu
            Menurut Randall dan Buchker (1942) mengemukakan beberapa cirri umum ilmu diantaranya :
1. Hasil ilmu bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama
2. Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak dan bisa jadi kekeliruan karena yang menyelidiki adalah manusia
3. Ilmu bersifat obyektif, artinya prosedur kerja atau cara penggunaan metode ilmu tidak tergantung kepada yang menggunakan, tidak tergantung kepada pemahaman secara pribadi. (google.com/search8&sourceid=navclient&gfns=1&g=criteria+kebenaran+ilmu)

Syarat-Syarat Ilmu
            Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus dimana seseorang mengetahui apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
1. Obyektif. Ilmu harus memiliki obyek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Obyeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji obyek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan obyek, dan karenanya disebut kebenaran obyektif; bukan subyektif berdasarkan subyek peneliti atau subyek penunjang penelitian.
2. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa yunani “metodos” yang berarti : cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu obyek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut obyeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
4. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh : semua segitiga bersudut 180ยบ. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat obyeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula


Sumber:
Salah satu bahan diskusi mata kuliah Filsafat Ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2009 
http://aliranim.blogspot.com/2012/10/karakteristik-dan-syarat-syarat-ilmu.html




Sumber:
http://id.wikipedia.org http://pujosaktinurcahyo.wordpress.com/2011/02/09/humaniora-dan-posmodernisme/ http://carapedia.com/pengertian_definisi_ilmu_menurut_para_ahli_info515.html
 http://bit.ly/copynwin


Sumber:
 http://www.academia.edu/6474323/sejarah_perkembangan_ilmu

Sumber:
https://anoyshoko.wordpress.com/2013/04/04/klasifikasi-ilmu-pengetahuan/