Rabu, 20 April 2016

opini-opini dan karangan

Reklamasi Pantai

            
            Reklamasi merupakan megaproject dari sebuah pengembangan perkotaan. Besarnya sumber daya dan dana yang di keluarkan harus sebanding dengan nilai fungsi yang ada setelah reklamasi digunakan.
            Reklamasi pantai sebagai alternative pemenuhan kebutuhan lahan perkotaan menjadi kemutlakan karena semakin sempitnya wilayah daratan. Kebuhtan dan manfaat reklamasi dapa dilihat dari aspek tata guna lahan, aspek pengolahan pantai dan ekonomi. Tata ruang suatu wilayah tertentu kadang membutuhkan untuk di reklamasi agar dapat berdaya dan hasil guna. Untuk pantai yag diorientasikan direklamasi agar bisa di manfaatkan.
            Terlebih kalau di area pelabuhan, reklamasi menjadi kebutuhan mutlak untuk pengenmabangan fasilitas pelabuhan, tempat bersandar kapal, pelabuhan peti-peti container, pergudangan dan sebagainya. Dalam perkembangannya pelabuhan ekspor – impor saat ini menjadi are yang sangat luas dan berkembangnya industry karena pabrik, moda angkutan, pergudangan yang memiliki pangsa ekspor – impor lebih memilih tempat yang berada di lokasi pelabuhan karena sangat ekonomis dan mampu memotong biaya transportasi.
            Jadi menurut saya reklamasi pantai itu hal yang baik untuk memajukan kota apalagi untuk daerah - daerah pantai yang perairannya dangkal dan wilayah yang masih memiliki lahan yang luas tanpa adanya pergusuran-pergusuran dan dapatnya izin dari KKP (Kementrian Kelautan dan Perikanan)






Institusi yang berkaitan dengan kemanan Negara

Sebelum Saya menyatakan pendapat saya tentang Institusi Keamanan Negara, perkenankan saya membahas dan mengulas tentang keamanan negara, prtahanan negara dan ketertiban umum yang terjadi di beberapa negara dan negara kita khusus nya.

KEAMANAN NASIONAL, PERTAHANAN NEGARA, DAN KETERTIBAN UMUM

Jakarta Millenium ketiga ditandai dengan berbagai fenomena fundamental yarig mengubah wacana politik, keamanan dan pertahanan. Fenomena itu adalah perkembangan teknologi, gelombang demokratisasi, interdependensi hubungan antar bangsa. Dengan globalisasi sebagai impuls utamanya, fenomena itu telah memporakporandakan kerangka lama hubungan antar negara, dan secara berarti mengubah gravitasi politik domestik negara-negara. Bersama dengan kompleksitas politik dalam negeri, semua itu mempengaruhi “keamanan nasional” (national security) suatu negara. Sebab itu, masa transisi dari negara otoriter menuju negara demokrasi memerlukan berbagai penataan ulang perundangan yang mengatur tentang "keamanan nasional". Komponen-komponen keamanan nasional Dalam konsep-konsep tradisional, para ilmuwan biasanya menafsirkan keamanan - yang secara sederhana dapat dimengerti sebagai suasana bebas dari segala bentuk ancaman bahaya, kecemasan, dan ketakutan - sebagai kondisi tidak adanya ancaman fisik (militer) yang berasal dari luar.

Walter Lippmann merangkum kecenderungan ini dengan pernyataannya yang terkenal, “suatu bangsa berada dalam keadaan aman selama bangsa itu tidak dapat dipaksa untuk mengorbankan nilai-nilai yang dianggapnya penting (vital) .., dan jika dapat menghindari perang atau jika terpaksa melakukannya, dapat keluar sebagai pemenang.” Dengan semangat yarig sama, kolom keamanan nasional dalam International Encyclopedia of the Social Sciences mendefinisikan keamanan sebagai “kemampuan suatu bangsa untuk melindungi nilai-nilai internalnya dari ancaman luar". Tiga ciri penting dari pengertian tradisional itu adalah: pertama, identifikasi “nasional” sebagai “negara”; kedua, ancaman diasumsikan berasal dari luar wilayah negara; dan, ketiga, penggunaan kekuatan militer untuk menghadapi ancaman-ancaman itu.Tak heran jika Arnold Wolfers sampai pada kesimpulan , bahwa masalah utama yang dihadapi setiap negara adalah membangun kekuatan untuk menangkal (to deter) atau mengalahkan (to defeat) suatu serangan. Padahal, konstruksi nasionalitas dan nasionalisme tidak selamanya dapat diwujudkan secara utuh dalam konstruksi kenegaraan.

Di samping itu. ancaman militer mungkin juga bukan merupakan satu-satunya jenis ancaman yang dihadapi oleh negara maupun warga negaranya. Barangkali definisi tradisional seperti yang puluhan tahun dikenal di Barat itu hanya dapat dimengerti terutama dengan mengingat sejarah pembentukan negara-negara Barat. yang berangkat dari konsepsi Wesphalian tentang “negara-bangsa” (nation-state). Hanya sebagian kecil dari mereka yang masih menghadapi persoalan fundamental mengenai formasi dan institusi pengorganisasian negara. Bahkan dalam kasus seperti Quebec di Kanada, upaya untuk meneguhkan identitas kenegaraan dilakukan dengan cara non-kekerasan (non-violent). Konstitusi Soviet, dan kemudian Rusia, mengakui hak pemisahan diri secara damai. Sebaliknya, tidak seperti negara-negara Barat yang lebih maju, negara-negara berkembang menghadapi masalah yang jauh lebih kompleks. Peninggalan kolonial (colonial legacy) menyebabkan sebagian dari mereka terlebih dahulu berhasil membentuk negara sebelum berhasil membangun bangsa. Selama puluhan tahun, bangsa tetap tidak lebih dari sekedar komunitas yang dibayangkan (imagined community); dan “kebangsaan” tetap merupakan proyek besar yang entah kapan akan berakhir. Sebab itu, dalam banyak kasus, negara-negara berkembang menghadapi sekaligus tugas ganda bina-bangsa (nation-building) dan bina-negara (state-building), selain menghadapi ancaman militer luar terhadap wilayahnya. Tidak mudah oleh karenanya mengidentifikasi landasan-landasan yang dapat dianggap sebagai bagian dari keamanan nasional. Barry Buzan mencoba menawarkan tiga landasan keamanan nasional: landasan ideasional, landasan institutional, dan landasan fisik. Apa yang oleh Buzan dianggap sebagai landasan fisik meliputi penduduk dan wilayah serta segenap sumber daya yang terletak di dalam lingkup otoritas teritorialnya; landasan institusional meliputi semua mekanisme kenegaraan, termasuk lembaga legislatif dari eksekutif maupun ketentuan hukum, prosedur dan norma-norma kenegaraan; landasan ideasional dapat mencakup berbagai hal termasuk gagasan tentang “wawasan kebangsaan”. Dalam konteks seperti itu, kalaupun keamanan nasional akan diidentifiskasi sebagai “keamanan negara” - dengan asumsi bahwa negara tidak lagi menghadapi gugatan atas legitimasinya - maka ia perlu mengandung sedikit-dikitnya tiga komponen: kedaulatan wilayah, lenbaga-lembaga negara (termasuk pemerintahan) yang dapat berfungsi sebagaimana mestinya; dan terjaminnya keselamatan, ketertiban serta kesejahteraan masyarakat.

Demokrasi adalah suatu sistem yang bertumpu pada pembagian kekuasaaan (sharing of power) dan/atau pembagian tanggungjawab (sharing of responsibility). Persoalan siapa yang harus bertanggungjawab untuk menjawab ancaman keamanan tertentu menjadi rumit dan politikal: rumit, karena perkembangan konsep dan ketidapastian setelah berakhirnya Perang Dingin; dan politikal: karena landasan konstitusional, sejarah, maupun realita politik bisa menjadi kekuatan inersia untuk membangun pola pembagian kerja baru. Terlebih lagi, beberapa ketentuan perundangan yang ada tidak operasional, tidak mengacu pada pengertian yang sama, misalnya tentang operasi militer selain perang, atau yang disusun pada konteks politik yang sama sekali berbeda dengan semangat reformasi.
Dalam beberapa hal ini misalnya intelijen, bahkan belum ada ketentuan perundangan yang cukup demokratik. Ketentuan mengenai perbantuan militer (perkuatan Polri) hanya diatur dalam peraturan pemerintah - sesuatu yang sah menurut UU Kepolisian Negara tetapi tidak sesuai dengan ketentuan dalam TAP MPR. Lebih sulit lagi, tugas TNI, menurut UUD 1945 (pasal 30 ayat 3) adalah mempertahankan, melindungi dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. TAP MPR VII (pasal 2 ayat 2) merujuk pada “menegakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara”. TAP MPR tidak banyak menjelaskan, bahkan membuat komplikasi dengan memasukkan “segenap bangsa dan seluruh tumpah darah” dan spektrum ancaman yang all inclusive, seperti terlihat dari “ancaman dan gangguan”. UU No. 3 menambah soal menjadi semakin rumit dengan masuknya “kehormatan - keselamatan bangsa” (pasal 10).
Tidak mengherankan jika upaya untuk menjamin keamanan nasional di masamasa yang akan datang, memerlukan penyusunan dan/atau rumusan ulang ketentuan perundangan mengenai, antara lain, keamanan nasional, pertahanan negara, TNI, kepolisian, Polri, intelijen, rahasia negara dan kebebasan informasi, ketentuan darurat, perbantuan tentara, belanegara, sumberdaya alam, sumberdaya pertahanan, penanggulangan terorisme, pencucian uang, penyelundupan lintas batas, dan beberapa yang lain. Tentu. selain diperlukan kerangka kebijakan dan aturan-aturan pelaksana undang-undang. Tidak dapat dihindari, seluruh ketentuan perundangan itu perlu sekaligus rnemenuhi keharusan untuk mampu menciptakan mekanisme pelaksanaan yang efektif tanpa mengurangi kadar demokrasi dan perlindungan hak-hak asasi manusia.




Cinta

            Cinta itu dapat diartikan secara luas, cinta itu tidak terbatas. Seperti cinta kepada tuhan yang maha esa, keluarga, sahabat. Cinta selalu berdampingan denagan kasih sayang, Cinta selalu melekat di setiap kepribadian manusia yang karakternya selalu berbeda-beda.
          Cinta memberikan kasih sayang bukannya rantai. Batas cinta dan benci juga amat tipis tapi dengan cinta dunia yang kita jalani serasa lebih bermakna.
Cinta terhadap lawan jenisnya karena ketertarikan terhadap sesuatu yang dimiliki oleh lawan jenisnya (misalnya sifat, wajah dan lain lain). Namun diperlukan pengertian dan saling memahami untuk dapat melanjutkan hubungan, haruslah saling menutupi kekurangan dan mau menerima pasangannya apa adanya, tanpa pemaksaan oleh salah satu pihak. Berbagi suka maupun duka bersama.
Cinta itu adalah sesuatu yang murni, putih, tulus dan suci yang timbul tanpa adanya paksaan atau adanya sesuatu yang dibuat-buat, perasaan hangat yang mampu membuat kita menyadari betapa berharganya kita, dan adanya seseorang yang begitu berharga untuk kita lindungi.
Cinta itu adalah sebuah perasaan yang tidak ada seorangpun bisa mengetahui kapan datangnya, bahkan sang pemilik perasaan sekalipun. Jika kita sudah mengenal cinta, kita akan menjadi orang yang paling berbahagia di dunia ini. Akan tetapi, bila cinta kita tak terbalas, kita akan merasa bahwa kita adalah orang paling malang dan kita akan kehilangan gairah hidup. Dengan cinta, kita bisa belajar untuk menghargai sesama, serta berusaha untuk melindungi orang yang kita cintai,
Cinta merupakan anugerah yang tak ternilai harganya dan itu di berikan kepada makhluk yang paling sempurna, manusia. Cinta tidak dapat diucapkan dengan kata-kata, tidak dapat dideskripsikan dengan bahasa apapun. Cinta hanya bisa dibaca dengan bahasa cinta dan juga dengan perasaan. Cinta adalah perasaan yang didalam sanubari lubuk hati yang tedalam yang bisa membawa kita melayang kedunia Fana yang penuh dengan mimpi indah.