Reklamasi
Pantai
Reklamasi merupakan megaproject dari sebuah pengembangan
perkotaan. Besarnya sumber daya dan dana yang di keluarkan harus sebanding
dengan nilai fungsi yang ada setelah reklamasi digunakan.
Reklamasi pantai sebagai alternative pemenuhan kebutuhan
lahan perkotaan menjadi kemutlakan karena semakin sempitnya wilayah daratan.
Kebuhtan dan manfaat reklamasi dapa dilihat dari aspek tata guna lahan, aspek
pengolahan pantai dan ekonomi. Tata ruang suatu wilayah tertentu kadang
membutuhkan untuk di reklamasi agar dapat berdaya dan hasil guna. Untuk pantai
yag diorientasikan direklamasi agar bisa di manfaatkan.
Terlebih kalau di area pelabuhan, reklamasi menjadi
kebutuhan mutlak untuk pengenmabangan fasilitas pelabuhan, tempat bersandar
kapal, pelabuhan peti-peti container, pergudangan dan sebagainya. Dalam
perkembangannya pelabuhan ekspor – impor saat ini menjadi are yang sangat luas
dan berkembangnya industry karena pabrik, moda angkutan, pergudangan yang
memiliki pangsa ekspor – impor lebih memilih tempat yang berada di lokasi
pelabuhan karena sangat ekonomis dan mampu memotong biaya transportasi.
Jadi menurut saya reklamasi pantai itu hal yang baik
untuk memajukan kota apalagi untuk daerah - daerah pantai yang perairannya
dangkal dan wilayah yang masih memiliki lahan yang luas tanpa adanya
pergusuran-pergusuran dan dapatnya izin dari KKP (Kementrian Kelautan dan
Perikanan)
Institusi
yang berkaitan dengan kemanan Negara
Sebelum
Saya menyatakan pendapat saya tentang Institusi Keamanan Negara, perkenankan
saya membahas dan mengulas tentang keamanan negara, prtahanan negara dan
ketertiban umum yang terjadi di beberapa negara dan negara kita khusus nya.
KEAMANAN NASIONAL,
PERTAHANAN NEGARA, DAN KETERTIBAN UMUM
Jakarta Millenium
ketiga ditandai dengan berbagai fenomena fundamental yarig mengubah wacana
politik, keamanan dan pertahanan. Fenomena itu adalah perkembangan teknologi,
gelombang demokratisasi, interdependensi hubungan antar bangsa. Dengan
globalisasi sebagai impuls utamanya, fenomena itu telah memporakporandakan
kerangka lama hubungan antar negara, dan secara berarti mengubah gravitasi
politik domestik negara-negara. Bersama dengan kompleksitas politik dalam
negeri, semua itu mempengaruhi “keamanan nasional” (national security) suatu
negara. Sebab itu, masa transisi dari negara otoriter menuju negara demokrasi memerlukan
berbagai penataan ulang perundangan yang mengatur tentang "keamanan
nasional". Komponen-komponen keamanan nasional Dalam konsep-konsep
tradisional, para ilmuwan biasanya menafsirkan keamanan - yang secara sederhana
dapat dimengerti sebagai suasana bebas dari segala bentuk ancaman bahaya,
kecemasan, dan ketakutan - sebagai kondisi tidak adanya ancaman fisik (militer)
yang berasal dari luar.
Walter Lippmann
merangkum kecenderungan ini dengan pernyataannya yang terkenal, “suatu bangsa
berada dalam keadaan aman selama bangsa itu tidak dapat dipaksa untuk
mengorbankan nilai-nilai yang dianggapnya penting (vital) .., dan jika dapat
menghindari perang atau jika terpaksa melakukannya, dapat keluar sebagai
pemenang.” Dengan semangat yarig sama, kolom keamanan nasional dalam
International Encyclopedia of the Social Sciences mendefinisikan keamanan
sebagai “kemampuan suatu bangsa untuk melindungi nilai-nilai internalnya dari
ancaman luar". Tiga ciri penting dari pengertian tradisional itu adalah:
pertama, identifikasi “nasional” sebagai “negara”; kedua, ancaman diasumsikan
berasal dari luar wilayah negara; dan, ketiga, penggunaan kekuatan militer
untuk menghadapi ancaman-ancaman itu.Tak heran jika Arnold Wolfers sampai pada
kesimpulan , bahwa masalah utama yang dihadapi setiap negara adalah membangun
kekuatan untuk menangkal (to deter) atau mengalahkan (to defeat) suatu
serangan. Padahal, konstruksi nasionalitas dan nasionalisme tidak selamanya
dapat diwujudkan secara utuh dalam konstruksi kenegaraan.
Di samping itu. ancaman
militer mungkin juga bukan merupakan satu-satunya jenis ancaman yang dihadapi
oleh negara maupun warga negaranya. Barangkali definisi tradisional seperti
yang puluhan tahun dikenal di Barat itu hanya dapat dimengerti terutama dengan
mengingat sejarah pembentukan negara-negara Barat. yang berangkat dari konsepsi
Wesphalian tentang “negara-bangsa” (nation-state). Hanya sebagian kecil dari
mereka yang masih menghadapi persoalan fundamental mengenai formasi dan
institusi pengorganisasian negara. Bahkan dalam kasus seperti Quebec di Kanada,
upaya untuk meneguhkan identitas kenegaraan dilakukan dengan cara non-kekerasan
(non-violent). Konstitusi Soviet, dan kemudian Rusia, mengakui hak pemisahan
diri secara damai. Sebaliknya, tidak seperti negara-negara Barat yang lebih
maju, negara-negara berkembang menghadapi masalah yang jauh lebih kompleks.
Peninggalan kolonial (colonial legacy) menyebabkan sebagian dari mereka
terlebih dahulu berhasil membentuk negara sebelum berhasil membangun bangsa.
Selama puluhan tahun, bangsa tetap tidak lebih dari sekedar komunitas yang
dibayangkan (imagined community); dan “kebangsaan” tetap merupakan proyek besar
yang entah kapan akan berakhir. Sebab itu, dalam banyak kasus, negara-negara
berkembang menghadapi sekaligus tugas ganda bina-bangsa (nation-building) dan
bina-negara (state-building), selain menghadapi ancaman militer luar terhadap
wilayahnya. Tidak mudah oleh karenanya mengidentifikasi landasan-landasan yang
dapat dianggap sebagai bagian dari keamanan nasional. Barry Buzan mencoba
menawarkan tiga landasan keamanan nasional: landasan ideasional, landasan
institutional, dan landasan fisik. Apa yang oleh Buzan dianggap sebagai
landasan fisik meliputi penduduk dan wilayah serta segenap sumber daya yang
terletak di dalam lingkup otoritas teritorialnya; landasan institusional
meliputi semua mekanisme kenegaraan, termasuk lembaga legislatif dari eksekutif
maupun ketentuan hukum, prosedur dan norma-norma kenegaraan; landasan
ideasional dapat mencakup berbagai hal termasuk gagasan tentang “wawasan
kebangsaan”. Dalam konteks seperti itu, kalaupun keamanan nasional akan
diidentifiskasi sebagai “keamanan negara” - dengan asumsi bahwa negara tidak
lagi menghadapi gugatan atas legitimasinya - maka ia perlu mengandung sedikit-dikitnya
tiga komponen: kedaulatan wilayah, lenbaga-lembaga negara (termasuk
pemerintahan) yang dapat berfungsi sebagaimana mestinya; dan terjaminnya
keselamatan, ketertiban serta kesejahteraan masyarakat.
Demokrasi adalah suatu
sistem yang bertumpu pada pembagian kekuasaaan (sharing of power) dan/atau
pembagian tanggungjawab (sharing of responsibility). Persoalan siapa yang harus
bertanggungjawab untuk menjawab ancaman keamanan tertentu menjadi rumit dan
politikal: rumit, karena perkembangan konsep dan ketidapastian setelah
berakhirnya Perang Dingin; dan politikal: karena landasan konstitusional,
sejarah, maupun realita politik bisa menjadi kekuatan inersia untuk membangun
pola pembagian kerja baru. Terlebih lagi, beberapa ketentuan perundangan yang
ada tidak operasional, tidak mengacu pada pengertian yang sama, misalnya
tentang operasi militer selain perang, atau yang disusun pada konteks politik
yang sama sekali berbeda dengan semangat reformasi.
Dalam beberapa hal ini
misalnya intelijen, bahkan belum ada ketentuan perundangan yang cukup
demokratik. Ketentuan mengenai perbantuan militer (perkuatan Polri) hanya
diatur dalam peraturan pemerintah - sesuatu yang sah menurut UU Kepolisian
Negara tetapi tidak sesuai dengan ketentuan dalam TAP MPR. Lebih sulit lagi,
tugas TNI, menurut UUD 1945 (pasal 30 ayat 3) adalah mempertahankan, melindungi
dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. TAP MPR VII (pasal 2 ayat 2)
merujuk pada “menegakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, serta melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah dari ancaman dan gangguan terhadap
keutuhan bangsa dan negara”. TAP MPR tidak banyak menjelaskan, bahkan membuat
komplikasi dengan memasukkan “segenap bangsa dan seluruh tumpah darah” dan
spektrum ancaman yang all inclusive, seperti terlihat dari “ancaman dan
gangguan”. UU No. 3 menambah soal menjadi semakin rumit dengan masuknya
“kehormatan - keselamatan bangsa” (pasal 10).
Tidak mengherankan jika
upaya untuk menjamin keamanan nasional di masamasa yang akan datang, memerlukan
penyusunan dan/atau rumusan ulang ketentuan perundangan mengenai, antara lain,
keamanan nasional, pertahanan negara, TNI, kepolisian, Polri, intelijen,
rahasia negara dan kebebasan informasi, ketentuan darurat, perbantuan tentara,
belanegara, sumberdaya alam, sumberdaya pertahanan, penanggulangan terorisme,
pencucian uang, penyelundupan lintas batas, dan beberapa yang lain. Tentu.
selain diperlukan kerangka kebijakan dan aturan-aturan pelaksana undang-undang.
Tidak dapat dihindari, seluruh ketentuan perundangan itu perlu sekaligus
rnemenuhi keharusan untuk mampu menciptakan mekanisme pelaksanaan yang efektif
tanpa mengurangi kadar demokrasi dan perlindungan hak-hak asasi manusia.
Cinta
Cinta itu dapat diartikan secara luas,
cinta itu tidak terbatas. Seperti cinta kepada tuhan yang maha esa, keluarga,
sahabat. Cinta selalu berdampingan denagan kasih sayang, Cinta selalu melekat
di setiap kepribadian manusia yang karakternya selalu berbeda-beda.
Cinta memberikan kasih sayang bukannya rantai. Batas cinta
dan benci juga amat tipis tapi dengan cinta dunia yang kita jalani serasa lebih
bermakna.
Cinta
terhadap lawan jenisnya karena ketertarikan terhadap sesuatu yang dimiliki oleh
lawan jenisnya (misalnya sifat, wajah dan lain lain). Namun diperlukan
pengertian dan saling memahami untuk dapat melanjutkan hubungan, haruslah
saling menutupi kekurangan dan mau menerima pasangannya apa adanya, tanpa
pemaksaan oleh salah satu pihak. Berbagi suka maupun duka bersama.
Cinta
itu adalah sesuatu yang murni, putih, tulus dan suci yang timbul tanpa adanya
paksaan atau adanya sesuatu yang dibuat-buat, perasaan hangat yang mampu
membuat kita menyadari betapa berharganya kita, dan adanya seseorang yang
begitu berharga untuk kita lindungi.
Cinta
itu adalah sebuah perasaan yang tidak ada seorangpun bisa mengetahui kapan
datangnya, bahkan sang pemilik perasaan sekalipun. Jika kita sudah mengenal
cinta, kita akan menjadi orang yang paling berbahagia di dunia ini. Akan
tetapi, bila cinta kita tak terbalas, kita akan merasa bahwa kita adalah orang
paling malang dan kita akan kehilangan gairah hidup. Dengan cinta, kita bisa belajar
untuk menghargai sesama, serta berusaha untuk melindungi orang yang kita
cintai,
Cinta
merupakan anugerah yang tak ternilai harganya dan itu di berikan kepada makhluk
yang paling sempurna, manusia. Cinta tidak dapat diucapkan dengan kata-kata,
tidak dapat dideskripsikan dengan bahasa apapun. Cinta hanya bisa dibaca dengan
bahasa cinta dan juga dengan perasaan. Cinta adalah perasaan yang didalam
sanubari lubuk hati yang tedalam yang bisa membawa kita melayang kedunia Fana
yang penuh dengan mimpi indah.