Ketentuan Puasa
1. Pengertian Puasa
Puasa merupakan
terjemah dari shoum (bahasa Arab) yang berarti menahan diri
dari sesuatu. Sedangkan menurut istilah puasa adalah menahan diri dari segala
sesuatu yang membatalkan puasa dimulai dari terbit fajar (subuh) sampai
terbenam matahari (maghrib).
Pengertian puasa ini telah diterangkan dalam firman
Allah surat Al-Baqarah (2) ayat 187:
Artinya:
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa
bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun
adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat
menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu.
Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah
untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam,
(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam
mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. (Q.S
Al-Baqarah [2]: 187)
Dalam Islam ada beberapa macam puasa, yang paling kita
kenal adalah puasa Ramadhan. Puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi yang memenuhi
syarat wajib. Kewajiban ini beradasarkan firman Allah:
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa (Q.S. Al-Baqarah [2]: 183)
Dalam
ayat tersebut terkandung tujuan utama dari ibadah
puasa, yakni supapa kita bertakwa kepada Allah Swt.
2. Rukun Puasa
Puasa merupakan ibadah
mahdhah yang pelaksanaannya harus sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh
Rasulullah Saw. Oleh karena itu, kita tidak boleh semaunya sendiri dalam
mengerjakan puasa agar ibadah puasa kita diterima oleh Allah Swt.
Rukun puasa sendiri hanya ada 2, yakni niat dan
imsak.
a. Niat
Niat puasa yaitu adanya suatu
keinginan di dalam hati untk menjalankan puasa semata-mata mengharap ridha
Allah swt, karena menjalankan perintah-Nya. Semua puasa, tanpa adanya niat maka
tidak bisa dikatakan sebagai puasa.
Kapankah kita berniat berpuasa?
Untuk puasa wajib, maka kita
harus berniat sebelum datang fajar, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw: Barang
siapa tidak berniat puasa sejak makam, maka ia tidak mempunya puasa (H.R.
an-Nasa’i)
Sementara itu untuk puasa sunnah, kita di bolehkan berniat setelah terbit
fajar, dengan syarat kita belum melakukan perbuatan-perbuatan yang membatalkan
puasa, seperti makan, minum, berhubungan suami istri, dan lain-lain. Hal ini
didasarkan pada Hadist dari Aisyah r.a: “Pada suatu hari, Rasulullah sa
masuk ke rumah, kemudian bersabda, ‘apakah enkau mempunyai makanan?’ Aku
enjawab, ‘Tidak’. Rasulullah saw, bersabda ‘Kalau begitu, aku puasa.” (H.R.
An-Nasa’i)
b. Imsak
Kita sudah terlampau
akrab dengan kata imsak, lebih-lebih ketika bulan Ramadhan. Banyak orang
memahami Imsak sebagai waktu menjelang fajar (subuh) dimana seorang muslim yang
akan berpuasa berhenti makan sahur. Padahal makna dari imsak tidaklah sesempit
itu. Imsak yaitu menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa seperti makan,
minum, dan lain-lain dari mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Jadi,
waktu dimulainya puasa bukanlah pada saat sirine atau pengumuman imsak
disuarakan, tetapi dimulai ketika fajar (subuh). Tentang kenapa diperlukan
sirine dan jadwal waktu imsak itu supaya kita berhati-hati dan bersiap-siap
karena sebentar lagi (sekitar 5 menit lagi) fajar akan tiba.
3. Syarat wajib puasa
Syarat wajib puasa
adalah segala sesuatu yang menyebabkan seseorang diwajibkan melakukan puasa.
Muslim yang belum memenuhi syarat wajib puasa maka dia belum dikenai kewajiban
untuk mengerjakan puasa wajib. Tetapi tetap mendapatkan pahala apabila mau
mengerjakan ibadah puasa. Syarat wajib puasa adalah sebagai beriktu:
a. Beragama Islam
b. Berakal sehat
c. Baligh
d. Suci dari haid dan nifas (khusus
bagi kaum wanita)
e. Bermukim (tidak sedang bepergian
jauh)
f. Mampu (tidak sedang sakit)
Apabila salah satu dari
hal-hal di atas tidak ada pada seorang muslim, maka ia belum/tidak wajib
mengerjakan puasa wajib.
sumber gambar:
google.com
|
4. Perbuatan yang disunnahkan ketika
puasa
Puasa merupakan ibadah
yang langsung untuk Allah swt. Oleh karena itu, sudah semestinya kita mengisi
waktu puasa kita dengan amalan-amalan tertentu agar upaya kita mendengatkan
diri kepada Allah dapat tercapai. Dalam sebuah hadist Qudsi berikut:
“Semua amal anak adam untuk dirinya sendiri, kecuali
puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang langsung membalasnya.
Puasa itu ibarat perisai. Pada hari kalian puasa, janganlah mengucapkan
hata-kata kotor (tidak enak didengar) dan jangan (pla) bertengkar. Jika
seseorang encaimu atau mengajakmu bertengkar, maka katakan kepadanya: ‘aku
sedang puasa (siyam)’.” (H.R. Muslim)
Adapun amalan sunnah saat berpuasa adalah sebagai berikut:
a. Menyegerakan berbuka
Dari
Annas r.a., ia berkata: “Rasulullah saw. Berbuka sebelum shalat
(maghrib) dengan kurma, kalau tidak ada kurma beliau minum air beberapa teguk.” (H.R.
Abu Dawud)
b. Makan Sahur
Meskipun misalkan kita kuat berpuasa tanpa diawali dengan makan sahur, tetapi
karena makan sahur telah dicontohkan oleh Rasulullah, semestinya kita tidak
meremehkan/meninggalkan bersantap sahur.
Rasulullah bersabda:
“Makan sahurlah kamu, karena sesungguhnya pada makan sahur itu terdapat
berkah.” (H.R. Bukhari)
c. Menggosok gigi pada waktu pagi.
Rasulullah bersabda:
“Jika kamu
berpuasa, bersiwaklah pada waktu pagi dan jangan bersiwak pada waktu
sore” (H.R. at-Thabrani)
d. Membaca dan Mengkhatamkan Al-Qur’an
Membaca
al-Qur’an memang semestinya kita biasakan, lebih-lebih saat kita berpuasa
sunnah atau bahkan di bulan Ramadhan, dimana al-Qur’an diturunkan pada bulan
ini. Allah berfirman:
Artinya:
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (Q.S. al-Baqarah [2]: 185)
e. Shalat Lail
Shalat
tarawih merupakan bagian dari shalat lail, yakni shalat yang waktu
pelaksanaannya ba’da shalat isya sampai sebelum fajar. Ada sebagian orang
menganggap bahwa shalat tarawih itu wajib, padahal hukumnya adalah sunnah,
sebagaimana shalat lail yang lain, seperti witir, dan tahajut. Meski begitu,
sunnah shalat tarawih dan shalat lail yang lain adalah sunnah muakaddah,
termasuk amalan yang jarang sekali ditinggalkan oleh Rasulullah saw.
f. Memperbanyak doa
Orang yang berpuasa
ketika berbuka adalah salah satu orang yang doanya mustajab. Oleh karenanya
perbanyaklah berdoa ketika sedang berpuasa terlebih lagi ketika berbuka.
Berdoalah untuk kebaikan diri kita, keluarga, bangsa, dan saudara-saudara kita
sesama muslim di belahan dunia.
g. Memberi buka puasa (tafthir shaim)
Hendaknya berusaha
untuk selalu memberikan ifthar (berbuka) bagi mereka yang berpuasa walaupun
hanya seteguk air ataupun sebutir korma sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
"Barang siapa yang memberi ifthar (untuk berbuka)
orang-orang yang berpuasa maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tanpa
dikurangi sedikitpun". (H.R. Bukhari
Muslim)
h. Memperbanyak Sedekah
Rasulullah Saw.
Bersabda, yang artinya: “Sebaik-baik sedekah adalah sedekah pada bulan
Ramadhan” (HR. Tirmizi)
i. I’tikaf
I’tikaf adalah berdiam diri di masjid untuk beribadah kepada Allah. Rasulullah
Saw. selalu beri’tikaf terutama pada sepuluh malam terakhir dan para istrinya
juga ikut I’tikaf bersamanya. Dan hendaknya orang yang melaksanakan I’tikaf
memperbanyak zikir, istigfar, membaca Al-Qur’an, berdoa, shalat sunnah dan
lain-lain.
j. Umroh
Ramadhan adalah
waktu terbaik untuk melaksanakan umrah, karena umroh pada bulan Ramadhan
memiliki pahala seperti pahala haji bahkan pahala haji bersama Rasulullah Saw.
Beliau bersabda: “Umroh pada bulan Ramadhan seperti haji
bersamaku."
h. Memperbanyak Amal Kebaikan
Dalam hadits
yang diriwayatkan Ibnu Khuzaimah dan Baihaqi dikatakan bahwa amalan sunnah pada
bulan Ramadhan bernilai seperti amalan wajib dan amalan wajib senilai 70 amalan
wajib di luar Ramadhan. Oleh karena itu, raihlah setiap peluang untuk berbuat
kebaikan sekecil apapun meskipun hanya ‘sekedar’ tersenyum di depan orang lain.
Ciptakanlah kreasi dan inovasi dalam berbuat kebaikan agar saldo kebaikan kita
terus bertambah.
5. Hal-hal yang Dapat Membatalkan Puasa
a. Makan dan minum dengan sengaja. Apabila makan dan minumnya
karena lupa atau paksaan maka hal itu tidak membatalkan puasa.
b. Muntah dengan sengaja. Apabila muntahnya tidak
sengaja maka hal itu tidak membatalkan puasa.
c. Berniat berbuka puasa. Sekali berniat berbuka puasa
meskipun buka puasa itu tidak dilaksanakan, puasanya batal.
d. Megalami haid atu nifas.
e. Keluar air mani karena memeluk atau mencium
isteri/suami atau bermasturbasi.
f. Bersenggama.
g. Hilang akal.
h. Merubah niat.
6. Perbuatan Makruh Ketika Berpuasa.
Perbuatan makruh tidak membatalkan puasa, tetapi
sepatutnya untuk dihindari, yaitu:
a. Mandi dengan mengguyur atau berendam. Kalau dalam
mandi tersebut secara tidak sengaja tertelan air, hal itu tidak membatalkan
puasa.
b. Melakukan suntikan baik suntikan itu berupa obat
atau makanan.
c. Bekam
d. Berkumur-kumur, sikat gigi setelah matahari
tergelincir.
e. Memakai parfum
7. Orang yang diperbolehkan tidak berpuasa ramadhan
dan cara menggantinya
Agama Islam
adalah agama yang mudah. Demikian juga dalam ketentuan kewajiban puasa. Dalam
Islam ada rukhsah (keringanan) bagi orang-orang yang dalam tertentu
diperbolehkan tidak mengerjakan puasa Ramadhan. Hal ini telah dijelaskan
dalam Al-Qur’an:
Artinya:
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu
ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan
wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. barangsiapa yang dengan
kerelaan hati mengerjakan kebajikan, Maka itulah yang lebih baik baginya. dan
berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 184)
Ayat tersebut telah
menerangkan orang-orang yang diperbolehkan tidak mengerjakan puasa Ramadhan dan
bagaimana cara menggantinya, yakni sebagai berikut:
a. Orang sakit. Sakit di sini adalah sakit yang
apabila dia berpuasa akan mengakibatkan sakitnya tambah parah. Ia dibolehkan
untuk tidak berpuasa Ramadhan dan wajib mengqadha’ di hari lain di luar
Ramadhan sejumlah puasa yang telah ditinggalkan. Mengqadha’ (mengganti) puasa
wajib dilakukan setelah ia sembuh sebelum Ramadhan tahun berikutnya datang.
Apabila belum bisa mengqadha’ hingga Ramadhan berikutnya datang tanpa alasan
yang bisa dimaklumi maka orang tersebut selain telah berdosa, sebagian Ulama
memerintahkannya untuk membayar kafarat dengan tetap mengqadha’ puasa yang ditinggalkan.
b. Wanita yang menyusui dan hamil karena alasan
kekhawatiran pada diri sendiri. Mereka dibolehkan tidak berpuasa karena dapat
digolongkan sebagai orang sakit. Orang hamil dan menyusui wajib mengqadha atau
membayar fidyah untuk mengganti puasa yang ditinggalkan.
d. Orang yang bepergian (musafir). Orang yang
bepergian mendapat keringanan untuk tidak berpuasa, tetapi juga harus mengganti
di hari lain ketika tidak dalam perjalanan.
e. Orang yang sudah tua dan tidak mampu lagi berpuasa
juga diberi keringanan tidak mengerjakan puasa Ramadhan, dan ia diwajibkan
menggantinya dengan membayar fidyah, yaitu memberi makan sepuluh orang
miskin.
Lalu, berapa besar ukuran fidyah itu?
Sebagian ulama seperti
Imam As-Syafi`i dan Imam Malik menetapkan bahwa ukuran fidyah yang harus
dibayarkan kepada setiap satu orang fakir miskin adalah satu mud gandum sesuai
dengan ukuran mud Nabi SAW. Sebagian lagi seperti Abu Hanifah mengatakan dua
mud gandum dengan ukuran mud Rasulullah SAW atau setara dengan setengah sha`
kurma/tepung atau setara dengan memberi makan siang dan makan malam hingga
kenyang.
sumber gambar:
google.com
|
B. Macam-macam Puasa
1. Puasa wajib
a. Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah
puasa wajib yang dikerjakan bagi setiap muslim pada bulan Ramadhan selama
sebulan penuh.
Allah SWT berfirman:
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agara kamu
bertaqwa. (Q.S. Al-Baqarah[2]: 183)
Puasa Ramadhan juga termasuk dalam rukun Islam,
sebagaimana tersebut dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar
r.a:
“Didirikan agama Islam itu atas lima dasar yaitu
bersaksi bahwa tiada sesembahan melainkan Allah dan Nabi Muhammada adalah
utusan Allah, mendirikan shalat lima waktu, mengeluarkan zakat, puasa bulan
Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baitullah bagi yang mampu jalannya” (H.R.
Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu, belum sempurna keislaman seseorang
apabila dia belum mengerjakan puasa Ramadhan dengan penuh ikhlas semata-mata
untuk mencari ridha Allah swt.
Keutaman puasa bulan Ramadhan:
Ramadhan adalah bulan mulia, bulan penuh ampunan,
bulan di mana al-Qur’an diturunkan, bulan yang memiliki banyak sekali
keutamaan. Berikut adalah beberapa keutamaan bulan Ramadhan yang tidak terdapat
pada bulan lain:
1) Barangsiapa berpuasa sebulan penuh pada bulan
Ramadhan, maka ia akan diampuni dosa-dosanya dan kembali menjadi manusia yang
fitri (suci).
2) Dibebaskan dari siksa api neraka.
3) Setan dibelenggu, pintu-pintu surga dibuka
dan pintu-pintu neraka ditutup rapat.
4) Pada bulan Ramadhan terdapat Lailah Al-Qadar yang
lebih baik daripada seribu bulan. Rasulullah bersabda: “Barang siapa
yang salah malam di bulan Ramadhan lantaran iman dan mengharapkan pahala (dari
Allah), maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”(H.R. Muttafaq
‘Alaih)
b. Puasa Nadzar
Nadzar secara bahasa
berarti janji. Puasa nadzar adalah puasa yang disebabkan karena janji seseorang
untuk mengerjakan puasa. Misalkan, Rudi berjanji jika nanti naik kelas 9 ia
akan berpuasa 3 hari berturut-turut, maka apabila Rudi benar-benar naik kelas
ia wajib mengerjakan puasa 3 hari berturut-turut yang ia janjikan itu.
Berkaitan dengan puasa nadzar, Rasulullah saw pernah
bersabda:
Barangsiapa bernadzar akan mentaati Allah (mengerjakan
perintahnya), maka hendaklah ia kerjakan. (H.R. Bukhari)
c. Puasa Kafarat
Kafarat berasal dari
kata dasar kafara yang artinya menutupi sesuatu. Puasa kafarat secara istilah
artinya adalah puasa untuk mengganti denda yang wajib ditunaikan yang
disebabkan oleh suatu perbuatan dosa, yang bertujuan menutup dosa tersebut
sehingga tidak ada lagi pengaruh dosa yang diperbuat tersebut, baik di dunia
maupun di akhirat.
Ada beberapa macam puasa kaffarat, yakni sebagai
berikut:
1) Puasa kafarat dalam ibadah haji
Orang yang melakukan haji tamattuk dan qiran wajib
membayar denda menyembelih seekor kambing yang sah untuk berkurban. Tetapi jika
ia tidak mampu maka bisa diganti dengan melakukan puasa kafarat selama tiga
hari di tanah suci dan tujuh hari di tanah asalnya.
2) Kafarat karena meanggar sumpah.
Apabila seseorang berjanji maka wajib baginya untuk
memenuhi janji itu. apabila janji itu dilanggar maka ia akan berdosa dan
karenanya diwajibkan membayar kafarat di antara tiga pilihan berikut:
a) Memberi amkan sepuluh orang
miskin seperti yang biasa dimakan setiap harinya;
b) Memberi pakaian kepada orang
miskin;
c) Memerdekakan budak; atau,
d) Puasa kafarat selama tiga hari.
2. Puasa Sunnah
a. Puasa enam hari di bulan Syawal.
Baik dilakukan secara berturutan ataupun tidak.
Rasulullah saw bersabda, yang artinya: Keutamaan
puasa romadhon yang diiringi puasa Syawal ialah seperti orang yang berpuasa
selama setahun (HR. Muslim).
b. Puasa sepuluh hari pertama bulan
Dzulhijjah
Yang dimaksud adalah puasa di sembilan hari yang pertama
dari bulan ini, tidak termasuk hari yang ke-10. Karena hari ke-10 adalah hari
raya kurban dan diharamkan untuk berpuasa.
c. Puasa hari Arafah
Yaitu puasa pada hari ke-9 bulan Dzuhijjah.
Keutamaannya, akan dihapuskan dosa-dosa pada tahun lalu dan dosa-dosa pada
tahun yang akan datang (HR. Muslim). Yang dimaksud dengan dosa-dosa di sini
adalah khusus untuk dosa-dosa kecil, karena dosa besar hanya bisa dihapus
dengan jalan bertaubat.
d. Puasa Muharrom
Yaitu puasa pada bulan Muharram terutama pada hari
Assyuro’. Keutamaannya puasa ini, sebagaimana disebutkan dalam hadist riwayat
Bukhari, yakni puasa di bulan ini adalah puasa yang paling utama setelah puasa
bulan Romadhon.
e. Puasa Assyuro’
Hari Assyuro’ adalah hari ke-10 dari bulan Muharram.
Nabi shalallahu ‘alaihi wasssalam memerintahkan umatnya untuk berpuasa pada
hari Assyuro’ ini dan mengiringinya dengan puasa 1 hari sebelum atau
sesudahnhya. Hal ini bertujuan untuk menyelisihi umat Yahudi dan Nasrani yang
hanya berpuasa pada hari ke-10. Keutamaan: akan dihapus dosa-dosa (kecil) di
tahun sebelumnya (HR. Muslim).
f. Puasa Sya’ban.
Yang dimaksud puasa Sya’ban adalah memperbanyak puasa
pada bulan Sya’ban. Keutamaan: Bulan ini adalah bulan di mana semua amal
diangkat kepada Rabb semesta alam (HR. An-Nasa’i & Abu Daud, hasan).
g. Puasa Senin dan Kamis.
Nabi telah menyuruh ummatnya untuk puasa pada hari
Senin dan Kamis. Hari Senin adalah hari kelahiran Nabi Muhammad sedangkan hari
Kamis adalah hari di mana ayat Al-Qur’an untuk pertama kalinya diturunkan.
Perihal hari Senin dan Kamis, Rasulullah juga telah bersabda:
“Amal perbuatan itu diperiksa pada setiap hari Senin
dan Kamis, maka saya senang diperiksa amal perbuatanku, sedangkan saya sedang
berpuasa. (HR Tirmidzi)
h. Puasa Tengah Bulan (tiga hari
setiap bulan Qamariyah).
Disunnahkan untuk melakukannya pada hari-hari putih
(Ayyaamul Bidh) yaitu tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan qamariyah.
i. Puasa Dawud
Cara mengerjakan puasa nabi Dawud adalah dengan sehari
puasa sehari tidak puasa, atau selang-seling. Puasa nabi Dawud adalah puasa
yang paling disukali oleh Allah swt. (HR. Bukhari-Muslim).
3. Puasa Makruh
Kapan puasa hukumnya makruh? Puasa yang makruh dilakukan
adalah puasa pada hari Jumat dan Sabtu yang tidak bermaksud mengqadha’
Ramadhan, membayar nadzar atau kafarat, atau tidak diniatkan untuk puasa sunnah
tertentu. Jadi seseorang yang puasa pada hari Jumat atau Sabtu dengan niat
mengqadha’ puasa Ramadhan tidak termasuk puasa makruh. Misal tanggal 9
Dzulhijjah jatuh pada hari Sabtu maka puasa hari Sabtu pada waktu itu menjadi
puasa sunnah bukan makruh. Ada pendapat lain yang lebih keras bahkan menyatakan
bahwa puasa pada hari Jumat tergolong puasa haram jika dilakukan tanpa
didahului hari sebelum atau sesudahya.
4. Puasa Haram
Ada puasa pada waktu
tertentu yang hukumnya haram dilakukan, baik karena waktunya atau karena
kondisi pelakukanya.
a. Hari Raya Idul Fitri
Tanggal 1 Syawwal telah ditetapkan sebagai hari raya
sakral umat Islam. Hari itu adalah hari kemenangan yang harus dirayakan dengan
bergembira. Karena itu syariat telah mengatur bahwa di hari itu tidak
diperkenankan seseorang untuk berpuasa sampai pada tingkat haram. Meski tidak
ada yang bisa dimakan, paling tidak harus membatalkan puasanya atau tidak
berniat untuk puasa.
b. Hari Raya Idul Adha
Hal yang sama juga pada tanggal 10 Zulhijjah sebagai
Hari Raya kedua bagi umat Islam. Hari itu diharamkan untuk berpuasa dan umat
Islam disunnahkan untuk menyembelih hewan Qurban dan membagikannya kepada fakir
msikin dan kerabat serta keluarga. Agar semuanya bisa ikut merasakan
kegembiraan dengan menyantap hewan qurban itu dan merayakan hari besar.
c. Hari Tasyrik
Hari tasyrik adalah tanggal 11, 12 dan 13 bulan
Zulhijjah. Pada tiga hari itu umat Islam masih dalam suasana perayaan hari Raya
Idul Adha sehingga masih diharamkan untuk berpuasa. Pada tiga hari itu masih
dibolehkan utnuk menyembelih hewan qurban sebagai ibadah yang disunnahkan sejak
zaman nabi Ibrahim as.
d. Puasa sepanjang tahun / selamanya
Diharamkan bagi seseorang untuk berpuasa terus setiap
hari. Meski dia sanggup untuk mengerjakannya karena memang tubuhnya kuat.
Tetapi secara syar`i puasa seperti itu dilarang oleh Islam. Bagi mereka yang
ingin banyak puasa, Rasulullah SAW menyarankan untuk berpuasa seperti puasa
Nabi Daud as yaitu sehari puasa dan sehari berbuka.
C. Cara menentukan awal dan akhir Ramadhan:
Untuk menentukan awal Ramadhan, di antara kalangan
muslim terjadi perbedaan pendapat. Tetapi paling tidak, tiga cara berikut ini
adalah cara-cara yang biasa digunakan, yakni:
1. Dengan Melihat Bulan (Ru`yatul Hilal).
Yaitu dengan cara memperhatikan terbitnya bulan di
hari ke 29 bulan Sya`ban. Pada sore hari saat matahari terbenam di ufuk barat.
Apabila saat itu nampak bulan sabit meski sangat kecil dan hanya dalam waktu
yang singkat, maka ditetapkan bahwa mulai malam itu, umat Islam sudah memasuki
tanggal 1 bulan Ramadhan. Jadi bulan Sya`ban umurnya hanya 29 hari bukan 30
hari. Maka ditetapkan untuk melakukan ibadah Ramadhan seperti shalat tarawih,
makan sahur dan mulai berpuasa.
2. Menggunakan Metode Hisab.
Yaitu dengan cara menghitung peredaran bulan dan
matahari menggunakan rumus-rumus ilmu falaq.
3. Istikmal.
Yaitu menggenapkan umur bulan Sya`ban menjadi 30 hari.
Ikmal /istikmal ditempuh apabila pada tanggal 29 Ramadhan bulan sabit tidak
tampak karena tertutup awan atau karena memang belum muncul.
Perintah untuk melakukan ru`yatul hilal dan ikmal ini
didasari atas perintah Rasulullah SAW dalam hadits riwayat Abu Hurairah r.a.:
"Puasalah
dengan melihat bulan dan berfithr (berlebaran) dengan melihat bulan, bila tidak
nampak olehmu, maka sempurnakan hitungan Sya`ban menjadi 30 hari."
(HR. Bukhari dan Muslim).
D. Mempraktekkan Puasa
Setelah kita tahu ilmu perihal puasa maka yang harus
kita lakukan kemudian adalah mengamalkan ilmu tersebut. Berpuasa pada
hakikatnya tak sekadar menahan lapar dan haus, tetapi merupakan latihan kita
dalam menundukkan hawa nafsu.
Barangkali untuk tahap awal kita hanya bisa mengerjakan puasa Ramadhan saja.
Tetapi amal ibadah kita harus kita tingkatkan. Kita sudah sepatutnya
mengupayakan untuk juga mengerjakan puasa-puasa sunnah seperti puasa
Senin-Kamis, atau puasa setahun sekali pada tanggal 9 dzulhijjah, syukur-syukur
bisa mengerjakan puasa nabi Dawud yang tergolong puasa yang paling disukai
Allah swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar